TAK ada salah untuk bercanda sebagai selingan interaksi. Asalkan dengan candaan yang baik.
Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu menceritakan tentang seorang nenek yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Nenek itu mengatakan, “Ya Rasulullah, berdoalah agar Allah memasukkanku ke surga.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Wahai ibu si Anu, sesungguhnya di surga tidak ada nenek-nenek.” Nenek itu pun pergi dan menangis.
Beliau pun mengatakan, “Kabarkanlah kepadanya bahwa wanita tersebut tidak akan masuk surga dalam keadaan rupa nenek-nenek. Sesungguhnya Allah berfirman: Sungguh Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya. (QS. Al-Waqi’ah).”
(Nabi mencandai seorang nenek dengan menggambarkan bahwa di surga tidak ada nenek-nenek).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Ya Rasulullah, naikkan saya ke atas seekor unta!”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Sesungguhnya kami akan mengangkatmu ke seekor anak unta!”
Orang itu pun mengatakan, “Bagaimana mungkin saya naik anak unta?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Bukankah semua unta itu merupakan anak-anak unta.”
(Nabi mencandai orang itu dengan menyebut unta dengan anak unta. Padahal maksud Nabi, orang itu akan dinaikkan ke unta dewasa yang juga dulunya merupakan anak unta).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa para sahabat pernah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau sering mencandai kami.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Sesungguhnya saya tidak berkata (mencandai) kecuali (perkataan) yang benar.”
**
Silakan serius dalam beberapa hal. Tapi, silakan pula untuk rileks dalam canda di hal-hal lain sebagai selingan.
Kadang, canda diperlukan untuk mengistirahatkan pikiran. Dan dengan canda pula, keakraban bisa terjalin lebih baik.
Tapi dengan catatan: canda tidak dilakukan dengan kebohongan. Tidak boleh juga dengan menghina, atau ‘mengerjai’ orang lain dengan maksud agar yang lain tertawa. [Mh]