HIDUP ini seperti berada di kapal besar. Ada kalanya laut tenang. Tapi kadang bergelombang. Jangan pernah hadang gelombang kalau tidak ingin tenggelam.
Seperti halnya berada di tengah lautan, hidup juga bisa pasang surut. Ada masa tenang dan lapang. Tapi tak jarang datang gelombang.
Yang harus dipegang, jangan pernah menghadang gelombang. Karena hal itu tidak mungkin. Manusia memiliki keterbatasan di banding gelombang hidup, meskipun gelombangnya kecil.
Yang harus dilakukan adalah ‘mengarungi’ gelombang. Dan itulah yang dilakukan kapal-kapal berteknologi canggih sekali pun. Mereka tak ingin menghadang, tapi mengendarainya dengant tenang.
Memang ada guncangan. Ada ketidaknyamanan. Tapi hal itu biasanya tidak lama. Ada saatnya gelombang datang, ada masanya ia pergi. Dan gelombang biasanya tidak berlangsung lama.
Mengendarai gelombang berarti mengambil ‘menfaat’ dari keadaannya. Tak perlu mengeluh ketika musim hujan datang, karena saat itu kita berdagang jas hujan. Dan tak perlu gelisah musim panas datang, karena kita bisa berjualan es dan buah segar.
Allah subhanahu wata’ala memberikan hikmah pasang surut itu kepada Rasulullah dan para sahabat radhiyallahum ajma’in.
Hidup susah di Mekah menjadikan mereka berlatih untuk tahan banting dalam ‘gerilya’. Dan hidup terbuka di Madinah membuat mereka berlatih perang dengan dunia luar.
Jadi, apa pun gelombangnya, selalu ada hikmah yang bisa diambil manfaat. Selalu ada pelajaran yang bisa diraih. Di situlah pengalaman bisa memberikan pelajaran berharga buat kita.
Jangan sekali-kali mengeluh dengan keadaan yang tidak mengenakkan. Kendarai gelombang itu dan jangan dihadang. Karena selalu ada hikmah di semua episode kehidupan.
Maha Benar Allah dalam firmanNya, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah: 286)