IKHLAS memurnikan amal hanya karena Allah. Niat ikhlas itu mudah, melanggengkannya yang sulit.
Di masa tabi’in, ada orang soleh yang bersedekahnya di waktu malam. Di saat orang pulas tidur, ia bergerilya dari rumah ke rumah untuk bersedekah.
Ia gantungkan makanan, uang, dan barang bernilai lainnya di depan pintu fakir miskin. Empunya rumah tidak tahu. Mereka baru tahu setelah paginya. Tapi siapa yang memberi, sama sekali tak ada yang tahu.
Peristiwa misterius itu terus berlangsung bertahun-tahun. Karena biasa, para penerima sedekah itu pun tak lagi mempersoalkan siapa dermawan itu.
Suatu hari ada kabar duka. Seorang ulama besar yang juga cicit Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Namanya Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali radhiyallahu ‘anhum. Begitu banyak orang yang berduka.
Beberapa hari setelah wafatnya ulama itu, tak ada lagi peristiwa sedekah misterius. Tak ada lagi fakir miskin yang tiba-tiba senang karena di pintu depan rumahnya tergantung makanan atau uang.
Saat itulah, mereka baru menyadari siapa sebenarnya dermawan misterius itu. Mereka pun menangis.
Mereka menangis bukan karena kehilangan sedekah yang bertahun-tahun mereka terima. Tapi karena mereka tak sempat mengucapkan terima kasih kepada sosok dermawan itu.
**
Beramal soleh itu mungkin tidak mudah. Tapi lebih tidak mudah lagi beramal soleh dengan penuh ikhlas.
Inilah takaran mutu amal soleh seseorang. Ia tidak sedang beramal untuk para penghuni dunia ini. Tapi semata-mata karena untuk pemilik dunia dan alam raya ini: Allah subhanahu wata’ala.
Yuk belajar ikhlas semampu yang kita bisa. Meskipun dimulai dari hal-hal yang kecil. [Mh]