IMAJINASI bisa dibilang sebagai kemampuan otak untuk membayangkan sesuatu dengan melibatkan pengalaman dan wawasan. Lalu, seperti apa imajinasi di saat perut lapar?
Orang bijak mengatakan, kalau mau belanja ke pasar, isi dulu perutnya. Karena orang lapar akan memunculkan imajinasi ‘ingin ini dan itu’, di luar kadar yang diperlukan.
Seperti itulah mungkin umumnya kita saat ini. Di saat sedang berpuasa, khususnya pada sore hari, imajinasi tentang nikmatnya makanan dan minuman sedang liar-liarnya.
Bayangkan jika di sore itu orang yang berpuasa ‘ngabuburit’ atau jalan-jalan sore. Maka, imajinasinya akan dikuatkan dengan pemandangan aneka makanan dan minuman yang begitu aduhai.
Buat yang tidak punya uang mungkin akan membuang imajinasi itu sejauh-jauhnya. Tidak realistis! Tapi buat yang punya uang, meskipun sedikit, akan tergiur untuk memenuhi imajinasinya.
Tapi untuk mereka yang punya nalar kuat, imajinasi dengan mudah bisa dipatahkan. Kalau pun ia belanja, hanya akan disesuaikan dengan kebutuhan. Meskipun kemampuannya ada.
Lalu, bagaimana dengan nasib yang ada uang dan nalarnya lemah? Nah, pihak inilah yang paling rentan diombang-ambing imajinasi saat lapar.
Imajinasi muncul saat ada dorongan. Kalau dorongannya lapar dan haus, maka imajinasi yang lahir tak jauh dari aneka makanan dan minuman.
Dorongan akan jauh lebih kuat lagi ketika target terpajang begitu menarik. Ya, saat orang yang berpuasa berjalan-jalan atau pergi ke pasar di saat sore, maka imajinasi akan seperti bocah manja yang buru-buru minta dipenuhi keinginannya.
Apa yang berikutnya terjadi? Di hampir setiap pajangan makanan dan minuman, di situ ada keinginan. Imajinasinya menghipnotisnya, “Ah, enaknya jika makan ini dan itu, minum ini dan itu.”
Karena uang dianggap tak masalah atau masih terjangkau, maka apa pun yang diinginkan, akan dibeli. Buat apa? Untuk memenuhi selera imajinasi.
Lalu, apakah semua yang dibeli itu benar-benar akan dimakan? Rasanya tidak. Karena imajinasi, seperti apa pun daya dukungnya, akan dibatasi oleh kapasitas perut.
Tidak mesti orang yang tidak makan siang, maka kapasitas perutnya di makan siang bisa ditumpuk untuk makan sore saat berbuka. Kalau dipaksakan, perut akan over kapasitas.
Dan yang menarik dari imajinasi orang lapar adalah ketika perut merasa cukup, maka imajinasi tentang aneka makanan lain akan lenyap dengan sendirinya. Meskipun aneka makanan itu sudah terhidangkan.
Karena itu, berhati-hatilah dengan imajinasi perut lapar. Bukan puasanya yang salah. Tapi kemampuan pengendalian diri kita yang perlu ditingkatkan.
Kalau sedang berpuasa, jangan biasakan jalan-jalan sore di tempat yang memajang aneka makanan dan minuman. Perbanyak berzikir dan beristigfar. Dengan begitu kita akan menikmati apa yang sudah disediakan, bukan apa yang diada-adakan. [Mh]