ChanelMuslim.com- Hisablah dirimu sebelum Allah menghisabmu. Periksa amal baik dan burukmu sebelum Allah memperlihatkannya di akhirat.
Sebuah kalimat bijak pernah disampaikan Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab, radhiyallahu ‘anhu. Ayah dari salah seorang istri Rasulullah itu menyampaikan, hasibu qabla an tuhasabu. Yang artinya kira-kira, hisablah dirimu sebelum Allah menghisabmu.
Kalimat bijak itu terasa sederhana. Tapi, memiliki makna yang luar biasa. Memiliki dua dimensi alam yang saling mengaitkan satu sama lain: alam dunia dan akhirat.
Dua alam yang dipisah dengan kematian itu menjadi hubungan sebab akibat. Dunia sebagai sebab, dan akhirat akan memberikan akibat. Seperti apa yang diperbuat di dunia, seperti itulah yang akan diterima di akhirat esok.
Kata hisab bisa bermakna menghitung, mengevaluasi, memeriksa, dan seterusnya. Ini berarti memeriksa dengan objektif, atau sesuai dengan fakta. Bukan subjektif, atau menurut persepsi enaknya kita.
Pada sisi ini, setan sepertinya bekerja keras untuk menampilkan kesimpulan subjektif yang melenakan kita. Seolah-olah kita telah begitu banyak berprestasi dalam amal kita. Seolah-olah tidak ada sekat lagi antara kita dengan surga yang sudah di depan mata.
Orang-orang kafir tidak sedikit yang juga memiliki persepsi subjektif ini. Al-Qur’an di antaranya menyebutnya dengan kalimat ‘tilka amaniyyuhum’, hal itu hanya angan-angan mereka. Atau, di kalimat lain juga disebut ‘wayahsabuuna annahum yuhsinuuna sun’a’, mereka mengira telah melakukan amal yang terbaik.
Penyakit orang kafir ini boleh jadi bisa menghinggapi perilaku kita. Yaitu, merasa diri telah melakukan amal yang terbaik. Padahal, masih sangat jauh dari takaran yang baik di sisi Allah subhanahu wata’ala.
Dampak yang mungkin muncul dari persepsi subjektif ini bisa dirasakan. Antara lain, merasa yakin bahwa pasti masuk surga. Padahal, tidak ada jerih payah dan kesungguhan untuk meraihnya. Tidak ada kesungguhan untuk memperbanyak istigfar. Doa dijauhkan dari neraka pun terucapkan sekadarnya.
Ia begitu yakin bahwa matinya akan husnul khatimah. Dan setelah itu, masuk surga tanpa hisab.
Padahal, Rasulullah pernah menyampaikan bahwa akhir seseorang itu telah Allah tentukan saat masih dalam perut ibu. Ada orang yang seperti tidak ada jarak lagi antara dirinya dengan suasana surga yang akan diraihnya. Tapi karena takdir Allah menentukan lain, ia pun masuk neraka. Na’udzu billah.
Kalimat Nabi ini tidak bermaksud untuk melemahkan kita. Tidak bermaksud memunculkan kesimpulan picik: buat apa susah payah ibadah, kalau takdirnya masuk neraka ya masuk neraka juga. Bukan seperti itu.
Kalimat Nabi ini tentunya ingin mengingatkan kita pentingnya kesungguhan amal dan doa. Bahwa bersungguh-sungguh saja belum cukup. Harus disempurnakan dengan doa yang penuh harapan. Doa yang sungguh-sungguh. Karena hanya dengan doalah takdir itu bisa berubah menurut kehendak Allah.
Lihatlah bagaimana para nabi, sahabat, orang-orang saleh terdahulu sebelum generasi kita. Apa kurangnya mereka. Nyaris, tak ada lagi jarak antara mereka dengan surga. Kalau kita beramal untuk meraih surga, mereka beramal untuk mengajak seluruh manusia masuk surga bersama mereka. Jauh lebih berat.
Namun, mereka tak meluputkan hari-hari mereka untuk bermuhasab lagi dan lagi. Mereka memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa. Mereka juga meminta dengan sungguh-sungguh diberikan hidayah, diwafatkan dalam akhir yang baik, dan dimasukkan ke dalam surga.
Padahal, hari-hari mereka tak pernah jauh dari pergulatan memperjuangkan dakwah, jihad fi sabilillah. Tapi, hal itu tidak menjadikan diri mereka aman dari dosa dan takdir buruk yang bisa menimpa siapa saja.
Bahkan, mereka memintanya bukan sekadar dengan sungguh-sungguh. Mereka menangis di hampir semua momen malam yang hening dan khyusuk. Mereka takut kalau takdir buruk mendahului akhir baik yang mereka idamkan.
“Hasibuu, qabla an tuhasabuu…”
Mumpung masih ada kesempatan hidup, periksalah diri kita. Periksa lagi dengan rinci. Adakah dosa-dosa sekecil apa pun yang mungkin masih menyelinap dalam kekhilafan kita. Periksalah, sebelum Allah yang akan memeriksa di akhirat esok. [Mh]