PENGHUJUNG Ramadan telah tiba. Begitu banyak kesan baik yang tertoreh. Dan hanya ada di Ramadan.
Antara suka dan duka kini bercampur. Suka karena Hari Raya Idul Fitri akan tiba. Dan duka karena bulan penuh berkah tak akan lagi bersama kita.
Begitu banyak kenikmatan dan keberkahan selama Ramadan. Sebuah keberkahan yang hanya ada di bulan Al-Qur’an ini.
Bayangkan, hanya di Ramadan kita mampu shalat sunnah sebanyak hingga 23 rakaat dalam satu malam. Bahkan usai sebelum jam 9 malam.
Bukan hanya orang dewasa. Lansia dan anak-anak pun ikut menunaikan shalat tarawih itu. Sekali lagi, di bulan mana selain Ramadan, kita mampu beribadah sehebat itu.
Begitu pun dengan tilawah Al-Qur’an. Hanya di bulan ini kita mampu mengkhatamkan bacaan Qur’an hingga berkali-kali dalam sebulan. Suatu hal yang begitu berat di bulan lain.
Dan, hanya di bulan Ramadan, kita mampu berpuasa sebulan penuh. Begitu pun dengan anggota keluarga, termasuk anak-anak.
Jam tiga dini hari ibu-ibu sudah sibuk di dapur. Mereka menyiapkan penganan untuk sahur. Ala kadarnya, apa adanya. Dan penganan itu akhirnya dinikmati seluruh keluarga.
Hanya di bulan Ramadan, keluarga bisa berkumpul dalam makan bersama. Saat sahur dan berbuka. Suatu hal yang begitu sulit terjadi di bulan-bulan lain.
Hanya di bulan Ramadan pula, ada sensasi wisata religi yang dilakukan bersama-sama. Yaitu, saat dalam perjalanan menuju kampung halaman.
Suka dan duka saling berkelindan mengiringi perjalanan. Mulai dari modal yang besar, tenaga yang terkuras, dan ketegangan saat dalam perjalanan.
Namun begitu, kegembiraannya pun tak kurang. Ada bahagia ketika berjumpa sanak kerabat di kampung halaman. Bisa kembali mencium tangan ayah ibu, memeluk mereka, dan menyaksikan dari dekat rekah senyum bahagia mereka.
Drama pulang kampung yang mengharu biru hati ini mungkin hanya ada di Indonesia. Sebuah khazanah rasa yang sulit terlukiskan dengan kata-kata.
Selama Bulan Ramadan pula, masjid tiba-tiba menjadi lokasi yang menarik untuk dikunjungi. Sebuah pelabuhan jiwa yang begitu menenteramkan. Ada silaturahim dan kebersamaan di sana dengan para tetangga.
Tentu ada yang jauh lebih bernilai dari semua kesan indah itu. Yaitu, rahmat dan ampunan Allah subhanahu wata’ala. Termasuk malam Lailatul Qadar yang tak ada di selain Ramadan.
Ketika kita bersimpuh di atas sajadah kamar rumah kita. Antara bahagia dan sedih bercampur membentuk ungkapan syukur di hadapan Allah Yang Maha Kasih dan Sayang.
Alhamdulillah. Terima kasih Ya Allah. Terima kasih telah menyempatkan sekali lagi berada di Bulan Suci-Mu. Maafkan atas kekurangan kami. Terimalah semua ibadah kami. Anugerahkan keberkahan hidup kami. [Mh]