IBU itu seperti raja yang perintahnya harus dipatuhi. Bagaimana jika anak yang diperintah sang ibu itu seorang ulama besar.
Ada seorang ulama besar yang bernama Nu’man bin Tsabit bin Zuta. Orang-orang lebih biasa menyebutnya Imam Abu Hanifah, rahimahullah.
Imam Abu Hanifah tergolong tabi’in, atau generasi sesudah sahabat Nabi. Anak seorang pedagang sutra ini sempat bertemu beberapa sahabat Nabi yang masih hidup. Di antara mereka Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
Ia lahir di Kufah, Irak saat ini, pada tahun 80 hijriyah. Ia hidup di masa Kekhalifahan Bani Umayyah.
Setiap hari, sejak kecil Abu Hanifah menemani ayahnya berdagang pakaian sutra di Kufah. Tapi biasanya, beliau izin ke ayahnya untuk ikut pengajian di masjid. Bukan itu saja, Abu Hanifah juga sering bepergian jauh untuk belajar ke sejumlah guru.
Meski berdagang sambil belajar, Abu Hanifah tetap sebagai seorang pedagang yang mampu meneruskan bisnis ayahnya.
Dengan kecerdasan yang luar biasa, Imam Abu Hanifah lebih menguasai ilmu dari guru-gurunya daripada murid yang lain. Bahkan di usia 40, Abu Hanifah sudah sebagai guru besar yang mengeluarkan banyak fatwa. Sekitar 600 ribu persoalan umat yang difatwakan beliau.
Beliau pula yang pertama kali menyusun tema-tema fikih menjadi bab-bab tertentu. Mazhab beliau biasa disebut Mazhab Hanafi.
Permintaan Ibu
Ada hal menarik dalam hubungannya dengan ibu. Abu Hanifah begitu menghormati ibunya. Sehingga di mata ibunya, anaknya itu sama sekali tak terlihat sebagai ulama besar. Ia seolah seperti anak kecil yang harus nurut apa kata ibu.
Suatu kali, ibunya memanggil Abu Hanifah. Ibunya mengatakan, “Tolong tanyakan ke Ustaz Abu Abdurrahman tentang darah haid. Ibu sudah suci dari haid tapi terus mengeluarkan darah. Bagaimana hukumnya?”
Imam Abu Hanifah berangkat menuju rumah Ustaz Abu Abdurrahman. Setibanya di sana, pertanyaan fikih itu disampaikan.
Abu Abdurrahman tertawa mendapati ‘keanehan’ Imam Abu Hanifah. “Bagaimana mungkin aku menjawab pertanyaan Anda, padahal aku sendiri belajar dari Anda,” ucap Abu Abdurrahman.
“Tapi, ini amanah dari ibuku. Aku diminta supaya engkau menjawabnya,” kilah Imam Abu Hanifah.
Abu Abdurrahman tentu sungkan menjawab apa adanya. “Baiklah, jawab saja seperti yang Anda pernah ajarkan tentang hal itu kepada saya. Dan katakan itu jawaban dari saya,” ucapnya.
Imam Abu Hanifah pun kembali ke rumah. Ia menyampaikan jawaban untuk ibunya dari seorang ustaz yang merupakan murid Abu Hanifah sendiri.
**
Bagi ibu, siapa pun Anda ketika sudah besar, tetap sebagai ‘bocah’ yang tidak tahu apa-apa. Ia akan menasihati dan mengajarkan hal-hal yang versinya ketika Anda masih kecil.
Saat itu, Allah sedang menguji bakti Anda pada ibu. Yaitu bakti untuk merendahkan sosok Anda di hadapan ibu. Mampukah Anda mengatakan, “Baik, Bu. Akan aku lakukan sesuai perintah ibu!”
Allah berfirman, “…Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS. Al-Isra: 23) [Mh]