CINTA itu menyukai sesuatu sepenuh hati. Bisa kepada manusia, atau laiinnya. Apa cinta harus memiliki?
Ada bunga yang hanya tumbuh di puncak gunung. Namanya edelweiss.
Edelweiss berwarna putih. Jika sedang bermekaran, puncak gunung menjadi lebih indah.
Sosoknya begitu kontras di tengah rerumputan yang mirip padang ilalang. Karena hanya Edelweiss yang lebih dominan.
Bunga yang ditemukan pertama kali oleh pendaki Eropa di kawasan gunung Gede pada tahun seribu delapan ratusan ini bisa memikat hati para pendaki.
Tidak heran jika sebagian mereka memetiknya untuk dibawa pulang. Padahal, hal itu tentu akan merusak kawasan alam sekitar.
Jika setiap pendaki memetik, maka dalam waktu tak lama Edelweiss akan lenyap. Dan, rusaklah alam di kawasan puncak gunung.
Sebagai salah satu bentuk penyadaran, di sekitar kawasan Edelweiss tertulis sebuah kalimat: cinta tak harus memiliki.
Artinya, silakan mencintai Edelweiss, tapi biarkan ia tetap berada di tempat semestinya.
***
Cinta tak harus memiliki. Memiliki dalam arti menguasai untuk dinikmati diri sendiri.
Begitu banyak objek dalam hidup ini yang patut dicintai. Bahkan ada hadis berbunyi: siapa yang tidak mencintai yang di bumi, ia tidak dicintai oleh yang di langit.
Bahkan ada yang mengkhususkan diksi cinta memiiliki ini pada cinta muda mudi. Seolah narasinya menjadi: meski tidak jadi suami istri, cinta tetap bisa lestari.
Tentu bukan ini maksudnya. Karena cinta tidak sekadar tentang pria dan wanita. Lebih luas dari itu.
Yaitu tentang membalas cinta dari Yang Maha Pencinta. Karena cinta-Nya menaungi segenap alam raya.
Belajarlah karena cinta. Bekerjalah karena cinta. Bekeluargalah karena cinta. Beraktivitaslah karena cinta. Berjuanglah karena cinta.
Dan segala yang didasari cinta akan terasa indah segalanya. Terlebih karena cinta Allah subhanahu wata’ala. [Mh]