MENEGUR untuk ‘meluruskan yang bengkok’ diwajibkan dalam Islam. Meski begitu, caranya harus bijaksana.
Dua cucu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Hasan dan Husein radhiyallahu ‘anhuma, mendapati seorang tua yang salah dalam berwudhu. Keduanya ingin menegur dan meluruskan.
Masalahnya, Hasan dan Husein masih tergolong anak-anak. Rasanya, kurang bijak jika menegur orang tua dengan cara menggurui. Keduanya pun bersepakat dengan sebuah cara.
“Paman, menurut kakak saya, cara wudhu saya salah,” ujar Hasan.
“Paman, menurut adik saya, cara wudhu saya juga salah,” ucap Husein.
Pendek kata, keduanya berhasil menarik perhatian si orang tua. Dan keduanya pun akhirna mengatakan, “Paman, tolong perhatikan cara wudhu kami. Mana di antara kami yang wudhunya salah.”
Orang tua itu memperhatikan cara berwudhu Hasan dan Husein. Rasanya, cara wudhu keduanya sangat baik. Bahkan, jauh lebih baik dari cara berwudhunya sendiri.
Saat itulah ia menyadari kesalahannya selama ini. Kedua anak inilah yang cara wudhunya paling benar dan ia sendiri yang salah.
“Baiklah. Cara wudhu kalian tidak ada yang salah. Akulah yang berwudhunya salah,” ucap si orang tua sambil mengucapkan terima kasih kepada Hasan dan Husein.
**
Niat baik saja tidak cukup untuk meluruskan yang bengkok. Perlu juga cara yang sangat baik.
Terlebih lagi jika yang diluruskan orang yang ‘di atas’ kita: lebih senior, lebih berkuasa, atau lebih tinggi tingkat pendidikannya.
Semua amal baik ini tidak akan berhasil jika tanpa satu hal: ikhlas. Yaitu, tidak ingin menunjukkan kelebihan diri, tidak ingin menjatuhkan yang ditegur, dan tidak ingin menyebarkan kesalahan. Hanya ingin meraih ridha Allah subhanahu wata’ala. [Mh]