BERDOA itu bukan sekadar meminta. Tapi juga beribadah. Meski belum terkabul, doa sudah membuat kita panen pahala.
Pernahkah kita merasakan bahwa meski banyak berdoa, tapi belum juga terkabul. Kita pun akhirnya menyimpan tanya: kenapa Allah belum mengabulkan doa saya.
Keadaan ini kadang dirasakan seiring dengan naik dan turunnya iman seseorang. Kalau iman sedang naik, semangat berdoa terus berlanjut. Tapi ketika turun, ada tarikan lain yang membuat semangat menjadi surut.
Allah subhanahu wata’ala mengisahkan pengalaman hidup Nabi Zakaria alaihissalam dalam hal berdoa. Lama nian waktu bergulir seiring semangat doanya yang terus terucap. Tapi, hamba Allah yang mulia ini tak kunjung bosan dan surut.
Entah berapa puluh tahun ia berdoa semenjak awal pernikahan. Ia meminta kepada Allah agar dianugerahi anak keturunan yang soleh, penerus dakwahnya di kala nyawa tak lagi di badan.
Namun, hingga keadaan tubuhnya mulai menua: tulang-tulang yang mulai renta, rambut yang terus memutih; tak ada tanda-tanda akan lahirnya seorang anak dari rahim istrinya tercinta.
“Dia (Zakaria) berkata, ‘Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban. Tapi, aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku.” (QS. Maryam: 4)
Berapakah usia Nabi Zakaria kala mengucapkan kalimat ini, wallahu a’lam bishawab tentang angka pastinya. Tapi, sejarah mencatat bahwa beliau alaihissalam wafat di usia sekitar 300 tahun.
Memang ada penafsiran ahli sejarah bahwa Nabi Zakaria baru memperoleh anak di usia sekitar 100 tahun. Namun, angka pastinya, sekali lagi, hanya Allah yang tahu.
Dikabarkan oleh ahli sejarah bahwa Nabi Zakaria menikah pada usia 30 tahun. Sementara istrinya berada di usia 20 tahun.
Setelah sekitar dua puluh tahun menikah, istrinya dinyatakan mandul oleh ahli kandungan saat itu. Dengan begitu, secara logika, tak ada lagi peluang baginya untuk memperoleh anak kandung.
Namun, Nabi yang juga mendidik dan merawat keponakannya yang bernama Maryam alaihassalam tidak pernah surut dalam berdoa.
Bahkan ketika usianya menjelang seratus tahun, ia terus berdoa agar Allah menganugerahinya anak. Hal ini menjadikannya cibiran oleh masyarakat sekitar. Ia pun disebut gila oleh mereka karena terus berdoa meminta anak padahal sudah berada di usia renta.
Meski begitu, Nabi Zakaria mengatakan seperti di atas, “Aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepadaMu, Ya Tuhanku.”
‘Cermin hidup’ ini menarik jika disorotkan kepada masing-masing kita. Apakah kita sudah berdoa selama yang pernah dialami Nabi Zakaria? Tentu jauh lebih kurang dari itu.
Sebagian kita pun ada yang berkilah, “Saya kan bukan nabi.”
Kita memang bukan nabi. Tapi Allah mengabarkan kisah indah itu bukan sekadar sebagai bacaan. Tapi sebagai teladan yang menginspirasi ruh semangat iman kita.
Kalau dibaca dari sudut pandang positif, kisah tentang Nabi Zakaria itu mengingatkan kita bahwa jangan pernah bosan, apalagi kecewa dalam berdoa. Karena kita tak pernah tahu di balik rahasia terkabul atau tidaknya doa kita.
“…Boleh jadi, kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi, kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. 2: 216)
Berbaik sangkalah dalam semua penantian doa kita. Suatu saat kita akan memahami bahwa tak ada yang sia-sia dalam setiap permintaan doa kita. [Mh]