KESALAHAN merupakan hal lumrah di setiap orang. Tapi, ada yang mau mengakui dan ada yang justru menutupi.
Mengakui kesalahan merupakan pintu pembuka untuk permohonan maaf. Tanpa adanya pengakuan, tak akan ada permohonan maaf.
Seorang muslim dilatih oleh Allah untuk berani mengakui kesalahan. Setidaknya pengakuan di hadapan Allah subhanahu wata’ala.
Pengakuan terhadap sebuah kesalahan bukan hal mudah. Ia harus mengalahkan egonya yang ingin serba benar dan serba baik.
Kemampuan ini menunjukkan tingkat kecerdasan jiwa dan spiritual seseorang. Inilah kenapa tidak semua orang mampu melakukan ini.
Jika kecerdasan hanya sampai pada berpikir saja, maka yang muncul bukan pengakuan, tapi manipulasi. Ia akan mengeluarkan seluruh kemampuan berpikirnya untuk bisa selamat dari tuduhan kesalahan yang dilakukan.
Tidak heran jika koruptor bisa tersenyum saat dalam penangkapan. Karena jiwa dan spiritualnya tak mengakui kesalahan yang dilakukan. Ia menerima ditangkap bukan karena pengakuan kesalahan, tapi karena pengakuan kekurangberuntungan alias merasa apes.
Jadi, ketika jiwa dan spiritual tertutup rapat, pikiran akan selalu mencari celah agar bisa terbebas dari tuduhan dan hukuman.
Di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, orang-orang munafik di Madinah selalu menunggu tibanya Rasulullah dan pasukan muslim dari medan perang.
Setibanya Nabi dan para sahabat di Madinah, biasanya akan singgah di masjid. Di saat itulah, orang-orang munafik antre untuk meminta maaf karena tidak ikut. Mereka bukan mengakui kesalahan, tapi mencari celah agar terbebas dari hukuman.
Pada saat selesai Perang Tabuk, ada sahabat soleh yang tidak ikut perang. Ia adalah Kaab bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
Sebenarnya, bisa saja ia ikut antre bersama orang-orang munafik untuk meminta maaf dan Nabi pasti akan memaafkan. Tapi hati dan imannya menolak. Ia tidak tega untuk mengolah kata di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam demi sebuah celah terbebas dari hukuman.
Kaab hanya terdiam di hadapan Nabi saat itu. Ia seperti siap menerima segala hukuman. Dan Allah pun akhirnya memberikannya hukuman.
Inilah nilai seorang manusia di sisi Allah. Tanpa nilai itu, seorang manusia tak memiliki keistimewaan apa pun di sisi Allah. Lalu, apa artinya hidup ini jika Allah tidak meridhai kita.
Jadi, belajarlah untuk mengakui kesalahan. Jangan berpikir bahwa mereka yang mengakui kesalahan akan menjadi rendah. Justru sebaliknya, akan menunjukkan kembalinya nilai istimewa kita di sisi Allah dan orang lain.
Tapi, pengakuan kesalahan tidak berarti membuka aib diri di orang banyak. Akui saja kesalahan, tanpa membuka aib yang sudah Allah tutup untuk selamanya. [Mh]