ChanelMuslim.com- Ada hikmah dari kelahiran anak ayam dan anak penyu. Sama-sama berasal dari telur. Tapi kecerdasannya berbeda.
Banyak hikmah dari fenomena alam. Hikmah yang bisa diambil pelajaran agar kita tidak salah langkah dalam hidup ini. Termasuk dari kelahiran anak ayam dan anak penyu.
Anak ayam dan anak penyu memang terlahir dari proses yang sama: telur. Induknya melahirkan telur. Setelah telur menetas, muncullah ayam dan penyu.
Meski dari proses yang sama, karakter yang dilahirkan berbeda. Sepertinya anak ayam terlahir tidak lebih cerdas dari anak penyu. Kenapa?
Ketika menetas, semua anak ayam seperti bingung mau bagaimana. Mereka lari kesana dan kemari tak tentu arah.
Bahkan, anak ayam seperti tidak sadar diri kalau ia ayam. Bukan manusia, atau makhluk lain di sekitarnya. Hal ini karena anak ayam seolah menganggap makhluk pertama yang dilihatnya adalah induknya.
Ketika beberapa hari menetas pun, anak ayam memahami hal yang salah. Ia menganggap bahwa siapa yang memberinya makan, dialah induknya. Anak ayam akan nurut dengan siapa pun yang kerap memberinya makan. Bahkan hingga ia dewasa.
Hal yang berbeda dengan anak penyu. Berbeda dengan anak ayam yang bergerak tak tentu arah seusai menetas, anak penyu bergerak konsisten. Ia bergerak ke satu titik: tempat ia berasal.
Meski tak ada surat wasiat yang ditinggalkan induknya saat meninggalkan telur, anak penyu yakin dan paham sesuatu. Bahwa hidup sebenarnya bukan tempat ia menetas. Tapi ada tempat lain. Meskipun tempat itu belum ia rasakan dan alami.
Meskipun, konsistensi itu mengundang begitu banyak tantangan dan rintangan. Meskipun harus dibayar dengan banyak bahaya.
Bahkan, konsistensi itu tetap segar meskipun manusia memeliharanya, beberapa hari, bulan, bahkan tahun. Konsistensinya tidak terlupakan dengan sajian dan pelayanan. Ketika ada kesempatan, anak penyu akan tetap bergerak menuju tempat asalnya: lautan samudera.
**
Tidak semua kita seperti anak penyu yang konsisten tentang siapa dan kemana harus bergerak dalam hidup ini.
Bahwa dunia ini sementara, bahwa ada tempat kembali yang menanti, bahwa di tempat itulah rumah kita yang sebenarnya; semua itu terus berulang kita dengar dan tahu.
Namun, tidak semua kita bergerak konsisten ke satu arah: akhirat. Kita seperti anak ayam yang bingung harus bagaimana, mau kemana, mau seperti apa dan siapa.
Dunia ini memang melayani. Dunia ini memang menyajikan yang kita butuhkan. Tapi konsistensi tak boleh pudar: bahwa akhirat tetap menjadi tujuan. Wal akhiratu khairun wa abqa. [Mh]