USIA itu tidak menunjukkan kematangan seseorang. Bahkan anak usia belasan tahun pun bisa lebih dewasa dari yang empat puluh.
Saat ini ada semacam pemakluman terhadap anak belasan tahun. Mereka disebut sebagai remaja. Yaitu, masa peralihan dari anak ke dewasa.
Masalahnya bukan sekadar di sebutan. Tapi juga semacam pemakluman terhadap mereka: “Wajar, anak ABG!”
Usia remaja dianggap lumrah melakukan ‘apa saja’. Disebut sebagai usia transisi, masa mencari bentuk, dan lainnya.
Dari sudut pandang itu, bisa dibayangkan seperti apa generasi usia belasan tahun. Umumnya mereka masih labil, peniru yang baik, jarang yang mampu hidup mandiri.
Bahkan, saat ini sebutan masa usia mengalami kemunduran. Misalnya istilah pemuda. Hampir sebagian besar organisasi kepemudaan diisi oleh mereka yang usianya di atas tiga puluh tahun. Padahal di usia segitu, mereka sepatutnya sudah punya anak.
Islam mengajarkan tentang optimalisasi kematangan usia. Rasanya tidak ada usia transisi seperti yang biasa disebut remaja. Di usia belasan tahun itu, generasi muda Islam sudah banyak berkiprah.
Ada sahabat Nabi bernama Usamah bin Zaid. Di usia 18 tahun, ia sudah menjadi panglima perang yang anggota pasukannya di antaranya sahabat-sahabat Nabi kenamaan seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Ali radhiyallahum ajma’in.
Ada juga sahabat nabi bernama Mu’awwadz bin Afra’ dan sepupunya Muadz bin Amr. Dua pemuda usia lima belasan tahun itu berhasil menerobos pasukan musuh di Perang Badar. Keduanya pun sukses menumbangkan Abu Jahal, musuh besar Islam.
Di generasi sesudahnya ada Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i atau dikenal dengan Imam Syafi’I rahimahullah. Di usia berapa ulama besar Islam ini mulai berfatwa? Ia mulai mengeluarkan fatwa di usia 15 tahun.
Dan tentu saja teladan kita, Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Di usia 9 tahun beliau sudah ikut magang berdagang ke pamannya, Abu Thalib. Beliau bukan ikut berdagang di kampung sebelah. Tapi ke negeri Syam atau Suriah saat ini.
Pada usia 17 tahun, Rasulullah sudah mulai berdagang sendiri. Beliau berdagang ke Syam, Yaman, dan negeri-negeri lainnya.
Tidak heran jika ketika menikah di usia 25 tahun, Rasulullah mampu memberikan mahar ke Khadijah radhiyallahu ‘anha sebesar kurang lebih senilai 1 milyar rupiah. Anak muda mana yang saat ini mampu memberikan mahar setinggi itu, dan dengan hasil jerih payah sendiri.
Boleh jadi, ada desain-desain besar yang sengaja melemahkan kita. Saatnya kita mengubah paradigma tentang anak muda. Bukan yang di atas tiga puluh, tapi yang belasan tahun. Dan itu bisa dimulai dari diri dan keluarga kita sendiri. [Mh]