KEBAHAGIAAN itu bukan pada permulaan. Melainkan pada akhirnya. Berdoalah agar Allah menganugerahi akhir yang baik.
Umumnya kita lebih memperhatikan pada awalnya dan apa yang terjadi saat ini. Kita pun menilai bahwa seseorang bahagia karena ia hidup di lingkungan yang serba nyaman.
Hal ini karena kehidupan menurut banyak orang adalah tentang dunia ini saja. “Wah, beruntung ya, bisa tinggal di rumah yang besar, keluarga yang serba ada. Apa-apa selalu tersedia,” begitu kira-kira komennya.
Hampir semua orang pun memimpikan bisa menjadi orang seberuntung itu. “Andai saya seperti dia. Andai hidup saya tidak seperti saat ini,” itulah di antara komen lanjutannya.
Orang lupa bahwa bahagia di dunia tidak jaminan bahwa akhirat akan sama. Dan orang lupa bahwa dunia hanya sesaat saja.
Dalam sisi hidup yang lain, menjadi orang soleh pun tidak jaminan bahwa ia akan hidup bahagia di akhirat kelak.
Karena boleh jadi, semoga Allah melindungi kita dari keadaan ini, akhir hidupnya justru menunjukkan keadaan yang berbeda. Yaitu, ia mati dalam keadaan kesolehannya lenyap.
Orang-orang soleh di masa lalu, kerap memintakan doa dari orang lain tentang akhir hidupnya. Yaitu, agar Allah mewafatkannya dalam husnul khatimah atau akhir yang baik.
Kita tidak tahu takdir akhir hidup kita seperti apa nantinya. Karena itulah selalu berusaha istiqamah dan berdoa agar diwafatkan dalam akhir yang baik.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjelaskan, “Ada orang yang beramal dengan amalan penduduk surga. Hingga, tidak ada jarak antara dirinya dengan surga kecuali sehasta.
“Namun, takdir mendahuluinya, dan ia pun mengamalkan perbuatan penduduk neraka (di akhir hidupnya). Ia pun masuk neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sekali lagi, semoga Allah subhanahu wata’ala menetapkan kita semua dengan akhir yang baik.
Bersabarlah dengan keadaan hidup yang mungkin terasa tak senyaman yang diinginkan. Tetap selalu istiqamah. Dan berdoalah agar Allah menganugerahi kita husnul khatimah. [Mh]