• Tentang Kami
  • Iklan
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
Jumat, 23 Mei, 2025
No Result
View All Result
FOKUS+
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah
Chanelmuslim.com
No Result
View All Result
Home Nasihat

Adil terhadap Rasa

Maret 29, 2023
in Nasihat
It’s All About Heart

Ilustrasi, foto: lights.ie

80
SHARES
617
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterWhatsappTelegram
Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM
ADVERTISEMENT

ADIL tidak selalu sama rata. Adil tegak secara proporsional. Termasuk terhadap rasa.

Adil terhadap sesuatu yang bisa diukur mungkin mudah. Misalnya, punya anak tiga, maka jatah hak masing-masingnya sekitar sepertiga.

Begitu pun jika punya lima pegawai dengan tanggung jawab yang sama. Maka hak masing-masingnya sebesar seperlima dari jatah anggaran untuk pegawai.

Atau untuk para suami yang beristri lebih dari satu. Maka jatah harinya bisa disamakan satu sama lain. Tidak boleh ada yang kurang atau lebih.

Namun jika soal rasa, mengukurnya hampir tidak mungkin. Selalu saja ada subjektivitas diri yang sulit untuk ditegakkan secara proporsional.

Contoh, punya anak tiga, ada yang nakal dan ada yang baik. Yang nakal tentu kita tidak suka. Dan yang baik, tentu sangat kita suka. Suka dan tidak suka inilah yang akhirnya mempengaruhi takaran keadilan kita untuk mereka.

Pertanyaannya, bisakah kita memberikan perhatian yang sama terhadap semuanya. Baik terhadap yang nakal maupun yang baik. Di sinilah kerumitan tentang adil mulai terasa.

Begitu pun tentang suami yang istrinya lebih dari satu tadi. Untuk jatah hari, mungkin bisa diatur secara adil. Tapi tentang yang disukai dan yang kurang disukai, ukurannya menjadi sangat subjektif.

Masih soal rasa, kadang kita terjebak pada akumulasi suka atau tidak suka yang sulit dilupakan. Misalnya, terhadap anak yang nakal dan baik tadi. Karena yang nakal terakumulasi lama dalam rasa kita, maka stigma buruk terhadapnya seperti tak bisa dilepaskan.

Sementara, sikap nakal atau baik itu tidak permanen. Kalau ada cahaya hidayah mempengaruhi hati seseorang, meskipun sebelumnya ia nakal, maka boleh jadi ia akan menjadi baik. Walaupun baiknya belum stabil.

Nah, di sinilah susahnya. Kita menjadi tidak adil menilai yang tiba-tiba berubah baik itu karena terjebak dalam endapan stigma buruk kepadanya.

Begitu pun dalam cakupan ruang sosial yang lebih luas. Ada saja kelompok-kelompok tertentu yang selalu berbuat buruk. Maka kita pun menstigmanya sebagai kelompok buruk.

Tapi suatu kali, kelompok ini tiba-tiba berbuat baik. Benar-benar baik secara tulus, bukan karena pencitraan atau dibuat-buat.

Pertanyaannya, bisakah kita langsung memberikan apresiasi baik terhadap mereka. Atau, jangan-jangan kita tidak percaya: “Alah paling-paling karena mau pemilu aja!”

Belajar adil memang bukan hanya otoritas para penegak hukum seperti hakim. Kita secara individu pun harus belajar tentang keadilan.

Dan ketika ada kebaikan di pihak yang tidak kita suka, maka kita harus mengapresiasi bahwa mereka sedang baik. Sebaliknya, ketika ada keburukan di pihak yang kita suka, maka harus diakui bahwa itu memang keburukan.

Dalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wata’ala mengajarkan kita, “…dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa…” (QS. Al-Maidah: 8)

Yuk, belajar adil dalam dunia rasa kita. Baik buruk itu bukan karena yang kita suka dan benci. Tapi karena memang Allah mengajarkan kita untuk bersikap adil, meskipun kita berat hati mengakuinya. [Mh]

 

 

 

Tags: Adil terhadap Rasa
Previous Post

Ahli Gizi UGM Sebut Gorengan Tidak Direkomendasikan untuk Berbuka Puasa

Next Post

Cukup dengan Mentimun Rebus, Tips agar Tidak Mudah Haus saat Puasa ala Mam Fifi

Next Post
Cukup dengan Mentimun Rebus, Tips agar Tidak Mudah Haus saat Puasa ala Mam Fifi

Cukup dengan Mentimun Rebus, Tips agar Tidak Mudah Haus saat Puasa ala Mam Fifi

Pendidikan untuk Anak-Anak Tenaga Kerja Indonesia

Pendidikan untuk Anak-Anak Tenaga Kerja Indonesia

Tahapan Pemeriksaan Kesehatan sebelum Menikah

Tips Tetap Sehat hingga Akhir Ramadan

.:: TERPOPULER

Chanelmuslim.com

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga

Navigate Site

  • IKLAN
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • REDAKSI
  • LOWONGAN KERJA

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga