ADA yang selalu menguntit kelemahan kita. Pihak itu tak lain adalah para setan yang dipimpin Iblis.
Tak ada Nabi dan Rasul yang luput dari ‘kunjungan’ Iblis. Iblis mengunjungi mereka dengan izin Allah subhanahu wata’ala sebagai hikmah atau pelajaran untuk umatnya.
Kunjungan itu dilakukan secara terbuka, terang-terangan. Dan biasanya, Iblis melakukan percakapan untuk mengungkapkan kesombongannya.
Di antara para Nabi itu adalah Nabi Yahya alaihissalam. Alkisah menyebutkan bahwa Iblis menceritakan bagaimana ia dan pasukannya menjerumuskan manusia.
Menurut Iblis, manusia itu terbagi menjadi tiga tingkatan. Ada orang kafir yang begitu mudahnya ia jerumuskan. Ada orang beriman yang ketika dijerumuskan tapi bertaubat kepada Allah. Ada lagi para Nabi dan Rasul yang tidak bisa dijerumuskan.
Nabi Yahya bertanya, “Pernahkah Anda mengalahkan saya?”
Iblis menjawab, “Pernah sekali!”
Nabi Yahya terkejut dengan jawaban itu. “Kapan itu terjadi?” tanya Nabi yang juga putera dari Nabi Zakaria alaihissalam ini.
Menurut Iblis, ia selalu menguntit di mana kelemahan Nabi Yahya. Dan akhirnya ia temukan. Yaitu, Nabi Yahya menyukai makanan lezat.
Suatu malam, menurut Iblis, ia menggoda Nabi Yahya untuk makan banyak. Dan hal itu dilakukan Nabi Yahya.
Lalu, apa salahnya dari makan banyak? Bukankah itu mubah? Memang benar, hal itu mubah atau boleh-boleh saja, selama yang dimakan merupakan yang halal.
Tapi untuk standar Nabi, makan yang banyak itu sudah merupakan ‘kesalahan’. Karena akan ada dampaknya.
“Ketika malam itu Anda makan lebih banyak dari biasanya, Anda jadi tertidur lebih lama. Dan tidak sempat melaksanakan shalat malam,” pungkas Iblis.
Nabi Yahya pun mengatakan, “Mulai saat ini, aku tidak akan pernah makan sampai kenyang, hingga kematian menjemputku.”
**
Itulah Iblis dan setan. Mereka menggoda manusia dengan tahapan-tahapan yang matang. Godaan biasanya disesuaikan dengan level iman manusianya.
Untuk orang kebanyakan, setan menggoda untuk bermaksiat. Tapi untuk orang-orang soleh, hal itu sulit berhasil dilakukan setan.
Setan tidak menyerah. Untuk orang-orang soleh ini, setan menggoda mereka untuk berlebih-lebihan dengan hal yang mubah.
Suatu saat, orang-orang soleh ini tidak menyadari bahwa dirinya sudah banyak melakukan kelalalain: lalai dari yang sunnah, lalai dari amalan yang utama. Untuk hal itu saja, setan sudah sangat merasa menang. [Mh]