HATI bisa menyimpan bekas: kesan baik atau buruk. Hati-hatilah memberikan kesan ke orang lain.
Ada seorang anak yang gampang marah. Kalau marah, ia tidak mampu mengendalikan apa yang ia ucapkan.
Tidak heran jika banyak teman-temannya yang tersinggung. Padahal, orang yang dimarahi belum tentu salah.
Suatu kali, ayahnya memberinya terapi psikologis. Anak itu diberikan satu plastik paku dan sebuah palu.
“Kalau kamu marah, silakan pantek paku di dinding belakang rumah,” ucap ayahnya.
Benar saja, saat anak itu marah, ia memantek paku di belakang rumah. Marah dengan siapa saja: dengan ayah ibu, kakak adik, teman, atau keadaan.
Di saat yang senggang, ayahnya mengajak sang anak mengamati keadaan dinding yang kerap ia pantek dengan paku. Wow, begitu banyak area dinding yang sudah tertancap paku.
“Apa kamu merasa baikan?” tanya ayahnya.
“Alhamdulillah, Yah. Rasanya lebih plong!” jawabnya.
“Nah sekarang, coba kamu cabut paku-paku yang menancap di dinding itu, sebisanya,” ucap sang ayah.
Beberapa paku akhirnya bisa dicopot dari dinding. Tapi, masih ada sisa yang belum berhasil dicabut.
“Nak, perhatikanlah keadaan dinding yang sudah kamu cabut pakunya,” ucap sang ayah sambil memperlihatkan keadaan dinding.
Paku memang sudah tercabut. Tapi, dinding tidak mulus lagi seperti sebelum dipantek paku. Ada gompalan kecil. Tapi, ada juga yang besar.
“Nak,” ucap sang ayah dengan lembut ke anaknya. “Gompalan di dinding itu tak ubahnya luka yang masih menganga di hati seseorang karena sakit hati dengan ucapanmu saat marah,” tambahnya.
“Apa bisa diperbaiki, Yah?” tanya anak itu.
“Bisa. Tapi prosesnya lama,” pungkas sang ayah.
**
Tertusuk duri di kulit memang sakit. Tapi, rasanya tak sesakit ketika ucapan tajam menusuk hati.
Kendalikan diri saat marah. Karena boleh jadi, di situlah jihad besar kita.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Orang yang kuat perkasa ialah orang yang mampu mengendalikan diri ketika marah.” (HR. Bukhari) [Mh]