ChanelMuslim.com – Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Izin bertanya, Bunda Rosa. Tetangga saya punya anak yang berteman dengan anak saya. Saya kurang suka menghadapi anak itu karena dia suka mengutil barang kalau ke rumah. Bahkan pernah kepergok masuk ke kamar saya, untung sempat saya cegah. Apa yang saya perlu lakukan? Apa terlalu berlebihan jika menempuh jalur hukum?
Oleh: Rosalita Chandra, S.H, M.H.
Jawaban:
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih atas pertanyaannya.
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perkenankan kami menguraikan terlebih dulu ketentuan hukum yang dapat diberlakukan terhadap perbuatan mengutil barang.
Dalam hukum pidana, mengutil dikenal dengan tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 362 sd Pasal 367 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Untuk perbuatan mengutil barang, ketentuan hukum yang dapat diterapkan adalah Pasal 362 dan Pasal 364 KUHP sebagai berikut:
Baca juga: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Bullying di Sekolah?
Pasal 362
Barangsiapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Pasal 364
Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 angka 4. Demikian juga perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 angka 5. Bila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya.
Jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, diancam karena pencurian ringan. Pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Sehubungan dengan ketentuan pada pasal-pasal di atas, Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012. Peraturan ini tentang Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan Jumlah Denda dalam KUHP.
Baca juga: Hukum Pernikahan Dini di Indonesia
Antara lain mengatur hal-hal sebagai berikut:
- Kata-kata “dua ratus lima puluh rupiah” dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 482 KUHP dibaca menjadi Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
- Apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), Ketua Pengadilan segera menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP dan Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun perpanjangan penahanan.
- Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali Pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, serta Pasal 303 bis ayat 1 dan 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali.
Solusi Permasalahan
Selanjutnya yang juga harus menjadi pertimbangan dalam masalah Ibu adalah terduga pelaku yang masih anak-anak dan kami asumsikan berusia dibawah 18 tahun. Sehingga diberlakukan juga ketentuan-ketentuan dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Pada prinsipnya, terhadap terduga pelaku anak, hukum akan diterapkan dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, serta menerapkan prinsip keadilan dan pemulihan (restorative justice). Sehingga pelaku anak tidak akan langsung serta merta mendapatkan hukuman penjara.
Contohnya dalam hal menghadapi anak belum berumur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana. Maka penyidik dan pembimbing kemasyarakatan, mengambil keputusan untuk menyerahkanan kepada orang tua atau wali.
Atau juga mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan pada instansi pemerintah atau lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang menangani bidang kesejateraan sosial. (Pasal 21 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juncto Pasal 67 Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 Tahun).
[Sekilas tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Mahir Sikki Z.A., S.H, https://www.pn-palopo.go.id/index.php/berita/artikel/363-sekilas-tentang-sistem-peradilan-pidana-anak]
Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal di atas, kami berpendapat upaya yang dapat Ibu lakukan untuk menghadapi anak tersebut adalah dengan mengumpulkan bukti-bukti awal terlebih dulu. Sehingga Ibu tidak disangka menuduh tanpa dasar. Jika kondisi yang Ibu sampaikan sekiranya terulang, Ibu dapat memberikan bukti dengan rekaman cctv atau saksi-saksi yang melihat langsung.
Selain itu, dengan mengingat anak yang diduga melakukan pencurian adalah tetangga dan masih berusia dibawah 18 tahun, ada baiknya Ibu mengedepankan prinsip mediasi dengan membicarakan secara baik-baik dengan orang tua anak tersebut sambil menyampaikan bukti-bukti yang ada.
Kami mendorong agar orangtua dan masyarakat dapat berkolaborasi secara positif untuk menciptakan lingkungan yang baik dan aman bagi anak-anak. Adapun upaya hukum dengan membuat laporan tindak pidana di Kepolisian RI harus menjadi upaya terakhir yang tidak dapat lagi dihindari (ultimum remedium).
Semoga Ibu diberikan kesabaran dan kekuatan untuk menyelesaikan persoalan ini dengan sebaik-baiknya. Lebih mudah bagi kita untuk mendidik anak-anak saat ini. Agar saat dewasa nanti mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang baik dan tidak berpotensi lagi melakukan kejahatan.
Penutup
Demikian jawaban kami, yang ditujukan hanya untuk kepentingan pendidikan keluarga atas isu-isu hukum. Dan bukan merupakan pendapat atau nasihat hukum yang diberikan dalam rangka hubungan antara Advokat dengan Klien.
Materi pada tulisan ini terdapat kemungkinan tidak berlaku atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang ada. Akibat peraturan perundangan yang berubah atau dinyatakan tidak berlaku. Sehingga tetap diperlukan penelusuran peraturan perundangan untuk memastikan keberlakuan hukumnya secara tepat.
Semoga bermanfaat, mari cerdas hukum untuk dapat melindungi keluarga sejak dini.