DALAM upaya membentuk keluarga muda yang tangguh dan siap menghadapi tantangan kehidupan rumah tangga, Salimah Tulungagung kembali menggelar Sekolah Pranikah Salimah (Serasi) Angkatan ke-2 pada Ahad (29/6/2025) di Masjid Ni’matur Rubiyah, Kepatihan, Tulungagung, dengan menghadirkan narasumber Dr. Lantip Susilowati, Dosen Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
Mengangkat tema “Taqwa Finance: Perencanaan Keuangan Keluarga Berbasis Nilai Islam”, Dr. Lantip menjelaskan bahwa keuangan keluarga tidak bisa dilepaskan dari prinsip syariah dan nilai ketaqwaan. Menurutnya, perencanaan keuangan dalam Islam tidak hanya sekadar menyusun anggaran, tetapi juga bagian dari ibadah dan bentuk pertanggungjawaban seorang muslim atas harta yang dimiliki.
“Keuangan keluarga adalah amanah. Pertanyaannya bukan hanya dari mana kita mendapatkan harta, tetapi juga ke mana harta itu dibelanjakan. Semua akan dimintai pertanggungjawaban,” tegas Dr. Lantip di hadapan peserta.
Konsep Taqwa Finance menekankan perlunya orientasi akhirat dalam setiap aktivitas finansial keluarga. Dengan menjadikan keuangan sebagai sarana ibadah, maka pengelolaannya pun harus dilakukan dengan disiplin, tanggung jawab, dan kesadaran spiritual yang tinggi.
Lima Kesalahan Fatal dalam Keuangan Keluarga
Dr. Lantip mengurai lima kesalahan umum yang sering dilakukan keluarga dalam pengelolaan keuangan, yakni:
1. Terlalu melibatkan perasaan,
2. Tidak merencanakan dengan matang,
3. Tidak memisahkan uang pribadi dan rumah tangga,
4. Tidak mencatat pengeluaran dan pemasukan,
5. Tidak melakukan evaluasi secara berkala.
Kelima hal tersebut, menurutnya, dapat menjadi pintu masuk konflik rumah tangga yang serius, bahkan berujung pada kehancuran hubungan suami istri. Oleh karena itu, perencanaan dan pengawasan keuangan harus dimulai sejak sebelum menikah.
Strategi Praktis Menyusun Keuangan Keluarga
Dr. Lantip kemudian memandu peserta untuk memahami lima aspek dasar dalam sistem keuangan keluarga: aset, kewajiban (liabilitas), pendapatan, pengeluaran, dan proteksi. Ia menegaskan pentingnya membedakan aset dan liabilitas, serta menganalisis apakah barang yang dimiliki dapat memberikan manfaat atau justru menjadi beban.
“Contohnya mobil. Kalau disewakan, maka ia menjadi aset. Tetapi jika hanya digunakan untuk konsumsi pribadi dan terus menimbulkan biaya, maka itu masuk dalam kategori liabilitas,” terangnya.
Ia juga memberikan pedoman praktis pengelolaan dana keluarga, di antaranya:
• Dana konsumsi sekitar 40% penghasilan,
• Dana tabungan dan investasi 20%,
• Dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) 10%,
• Dana darurat dan dana cadangan disiapkan bertahap dengan target 3–12 kali kebutuhan bulanan, sesuai kondisi tanggungan keluarga.
Pentingnya menyiapkan dana darurat juga menjadi salah satu sorotan. Dana ini disiapkan untuk menghadapi kondisi tidak terduga seperti sakit, PHK, atau kecelakaan. Sementara itu, dana cadangan lebih difokuskan untuk pengeluaran tak terencana seperti takziah, perbaikan rumah, atau keperluan sosial lainnya.
Dana Darurat sebagai Penyelamat Keluarga
Salah satu sesi yang paling menarik perhatian peserta adalah ketika narasumber mengulas perbedaan antara dana darurat dan dana cadangan. Dengan bahasa yang lugas, beliau memaparkan urgensi memiliki dana simpanan yang fleksibel, aman, dan mudah dicairkan—baik dalam bentuk emas, tabungan syariah, maupun instrumen keuangan lainnya.
“Dana darurat itu bukan pilihan, tapi kebutuhan. Jangan menunggu krisis datang baru mulai menabung. Mulai dari sekarang, meski sedikit demi sedikit,” ujarnya sambil mengajak peserta untuk menyusun target pribadi.
Dr. Lantip juga membagikan tips mengumpulkan dana darurat, seperti menjual barang tidak terpakai, menyimpan uang THR atau bonus, dan memangkas pengeluaran yang kurang penting seperti nongkrong di kafe atau belanja impulsif.
Menjadi Keluarga Tangguh Secara Spiritual dan Finansial
Menutup materinya, Dr. Lantip menyampaikan pesan bahwa keberhasilan mengelola keuangan keluarga akan berbanding lurus dengan keberhasilan spiritual dalam rumah tangga. Keuangan yang sehat akan berdampak pada ketenangan batin, kekhusyukan ibadah, keharmonisan pasangan, dan kesiapan menghadapi masa depan.
“Dengan Taqwa Finance, insyaAllah keluarga kita tidak hanya selamat di dunia, tapi juga menjadi bekal masuk surga. Mari latih disiplin sejak awal, dan jadikan rumah tangga sebagai ladang ibadah yang penuh berkah,” pungkasnya. [Mh/dyta/fat]