Chanelmuslim – Sirah Community Indonesia (SCI) kembali menggelar Kajian Tokoh Peradaban Islam (28/08/2017), mengupas profil tentang Muhammad bin Jarir ath-Thabari atau bisa dikenal dengan Imam Ath-Thabari. Terjadwal rutin pada Senin malam pada minggu ke-empat setiap bulannya, kajian ini dilangsungkan di Aula INSISTS Kalibata. Dimulai pada pukul 8 malam, kajian dimoderatori oleh Akmal Sjafril, Koordinator Pusat #IndonesiaTanpaJIL.
“SCI bergerak di bidang Sirah dan Tarikh yang mungkin dipandang sempit, tapi dari sinilah kami mulai memikirkan peradaban”, Ustadz Asep Sobari memulai kajian dengan sedikit memperkenalkan SCI. Di tengah kajian, Peneliti INSISTS ini mengupas profil ath-Thabari mulai dari biodata pribadi hingga karya-karya yang telah ditelurkannya. “Thabari adalah nama tempat (Thabaristan), banyak ulama lain yang punya nama belakang seperti ini, namun inilah hebatnya beliau, jika disebutkan ‘ath-Thabari’ maka semua orang pasti merujuk pertama kali kepada Muhammad bin Jarirath-Thabari, karena memang beliau diakui oleh para ulama lainnya sebagai ulama paling terkemuka pada masanya”, papar Alumni Universitas Islam Madinah ini.
Pendiri SCI ini juga menjelaskan bahwa Ath-Thabari merupakan salah seorang mujtahid terkemuka, menguasai banyak sekali ilmu (multi-disipliner), menjadi rujukan utama dalam tafsir, fiqh, tarikh sepanjang masa, hingga menjadi seorang Mujtahid Muthlaq. Sampai-sampai seorang Adz-Dzahabi menyebutkan bahwa beliaua dalah seorang imam terkemuka dan mujtahid, ulama terbesar di masanya, penulis karya-karya hebat (badi’ah: tidak ada yang hebat sebelumnya), ilmu, kecerdasan, dan karya-karyanya luar biasa. Sangat langka orang sepertinya di setiap masa, imam dalam fiqih, ijma’ dan ikhtilaf.
”Kajian ini sangat menarik karena saya sendiri kuliah di jurusan tafsir hadits dan memang Ath-Thabari ini merupakan salah satu referensi utama dalam bidang tafsir. Lebih tertarik lagi ketika saya tahu bahwa karya Ath-Thabari tidak hanya di bidang tafsir, namun juga di bidang tarikh dan lain-lainnya, dan itu-pun merupakan karya yang menjadi rujukan utama hingga saat ini. Hal ini lebih memotivasi saya untuk menuntut ilmu, mencintai ilmu, dan berjuang untuk ilmu”, pendapat Mawaddah, peserta kajian yang berasal dari Condet.
Meski pemaparan materi dicukupkan hanya sampai pada karya-karya yang dilahirkan oleh ath-Thabari, namun peserta begitu antusias bertanya sehingga tidak terasa waktu sudah cukup larut, dari pertanyaan mendetail soal sikap pribadi hingga siapa saja guru dan murid beliau. Menurut informasi yang disampaikan panitia, kajian tokoh dengan profil Ath-Thabari ini akan dilanjutkan pada bulan berikutnya. Sehingga kurang lengkap rasanya kalau sampai peserta melewatkan jadwal kajian tokoh lanjutan tersebut. (Ilham/AN-SCI)