SYAIKH Aaq Syamsuddin adalah sosok guru kedua Muhammad Al-Fatih, sang Penakluk Konstantinopel. Bagaimana perannya dalam membentuk Al-Fatih?
Ustaz K.H. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc. menggambarkan sosoknya sebagai berikut.
Guru dan murabbi kedua Sultan Muhammad al-Fatih adalah Syaikh Aaq Syamsuddin. Namanya Muhammad Syamsuddin bin Hamzah ad-Dimasyqi ar-Rumi.
Nasabnya bersambung sampai kepada khalifah pertama Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu. Pernah pergi bersama bapaknya ke Romawi dan belajar berbagai ilmu di sana.
Lahir di Damasqus tahun 1389 M dan hafal al-Quran di usia tujuh tahun. Pernah belajar di Amasia, Halab, dan Ankara.
Ia mengajarkan ilmu-ilmu dasar kepada Muhammad al-Fatih, yaitu al-Quran, Sunnah Nabawitah, fikih, bahasa Arab, bahasa Persia, bahasa Turki, matematika, falak, sejarah, ilmu militer, dan ilmu-ilmu umum lainnya.
Bersama Syaikh al-Kurani, ia menyiapkan Muhammad al-Fatih untuk menjadi panglima pembebas Konstantinopel sebagaimana disebutkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:
“Konstantinopel pasti akan ditaklukkan. Sungguh sebaik-baik panglimanya adalah panglima penaklukannya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya”.
Muhammad al-Fatih menuturkan pengakuannya dalam Memoarnya:
“Saya pernah duduk sambil merenungkan langit dan bumi sedangkan suara Syaikh Aaq Syamsuddin terngiang di telingaku:
‘Sebaik-baik panglima adalah panglima penaklukannya.. Kamulah panglima itu wahai anakku.. Kamulah orangnya.. ‘
Saya bertanya-tanya, apa yang dilihatnya hingga Beliau menggambarkan diriku sebagai orang yang disebutkan dalam nubuwat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam..
Saya tidak tahu tetapi saya yakin jika orang itu bukan diriku maka saya harus menjadi orang tersebut!
Baca Juga: Mengenal Sosok Syaikh Ahmad Al Kurani, Guru Pertama Muhammad Al Fatih
Mengenal Syaikh Aaq Syamsuddin, Guru Muhammad al-Fatih yang Mengantarkannya Menaklukkan Konstantinopel
Pertemuannya dengan Muhammad al-Fatih bermula ketika Sultan Murad II sang ayah meminta syaikh Haji Bairam agar mengajukan salah seorang ulama untuk menjadi murabbi dan guru bagi anaknya, Muhammad, sebagaimana tradisi para sultan negara Utsmaniyah.
Kemudian syaikh Bairam mengajukan Aaq Syamsuddin, salah satu nama paling menonjol yang berandil dalam pembentukan pribadi Muhammad al-Fatih.
Pada bulan Maret 1453 M, setelah semua persiapan selesai, Sultan Muhammad bergerak bersama pasukannya menuju Konstantinopel.
Di barisan depan pasukan terdapat sejumlah besar ulama, di antaranya Syaikh Aaq yang ikut membersamai pasukan seraya terus berdoa kepada Allah memohon kemenangan dan menyemangati pasukan.
Setelah pasukan Utsmani mengepung Konstantinopel selama 50 hari lebih, ada empat atau lima perahu menembus pertahanan pasukan Utsmani dan masuk dari teluk.
Perahu-perahu ini dikirim oleh Paus untuk memperkuat pasukan Bizantium. Hal ini, di satu sisi, meningkatkan semangat dan mental pasukan Konstantinopel dan di sisi lain melemahkan semangat pasukan Utsmani.
Setelah peristiwa ini, para komandan dan ulama menemui Sultan dan berkata,
“Kamu telah membawa pasukan dalam jumlah besar untuk melakukan pengepungan ini hanya karena mengikuti perkataan salah seorang syaikh -maksudnya syaikh Aaq Syamsuddin- lalu prajurit-prajurit itu binasa dan banyak peralatan rusak. Ditambah lagi dengan datangnya bala bantuan dari luar yang memasuki benteng dan tidak adanya harapan untuk bisa ditaklukkan”.
Sultan pun mengirim utusan kepada syaikh Aaq Syamsuddin meminta pendapatnya lalu mendapat surat jawaban:
“Dia Maha Pemberi kemuliaan dan kemenangan. Sudah menjadi ketetapan bahwa hamba berusaha sedangkan Allah yang menentukan. Ketetapan ada di tangan Allah sepenuhnya. Kita telah berlindung kepada Allah dan telah membaca al-Quran. Tidak lama lagi akan segera terjadi kelembutan-kelembutan Allah hingga muncul tanda-tanda kemenangan yang belum pernah terjadi sebelumnya”.
Surat jawaban ini punya pengaruh sangat kuat di dalam jiwa Sultan dan pasukannya. Lalu Dewan Perang memutuskan untuk melanjutkan penaklukan.
Kemudian Sultan masuk menemui syaikh Aaq Syamsuddin lalu mencium tangannya dan meminta diajarkan doa untuk mendapatkan taufiq dari Allah.
Setelah mendapatkan teks doa, Sultan pun keluar untuk memberikan instruksi serangan umum terhadap Konstantinopel.
Sultan ingin agar murabbinya ada di sampingnya selama pertempuran berlangsung. Kemudian, ia mengirim utusan untuk mendatangi tenda syaikh Aaq Syamsuddin tetapi utusan itu dicegat oleh para penjaga atas perintah syaikh Aaq Syamsuddin.
Mendengar hal ini, Sultan pun marah lalu pergi sendiri ke tenda murabbinya tetapi para penjaga tetap melarangnya.
Sultan pun merobek salah satu sudut tenda dengan pedangnya dan memaksa masuk menemui syaikh Aaq Syamsuddin.
Lalu, ia mendapatinya sedang bersujud lama sekali kepada Allah hingga sorbannya jatuh ke tanah dan rambutnya yang putih pun menyentuh tanah.
Kemudian bangkit dari sujudnya dengan air mata yang memenuhi kedua matanya karena merendahkan diri kepada Allah memohon kemenangan.
Menyaksikan hal tersebut, Sultan pun meninggalkannya untuk melanjutkan pertempuran.
Tak lama kemudian, pasukannya berhasil membuka beberapa pos penjagaan di tembok-tembok Konstantinopel dan disusul pasukan Utsmani memasuki benteng melalui celah tersebut hingga Allah mengaruniakan kemenangan.
Setelah beroleh kemenangan, Sultan menyampaikan kesaksiannya:
“Kebahagiaanku bukan karena berhasil membuka benteng. Tetapi kebahagiaanku karena adanya ulama seperti ini di zamanku”.
Setelah mengubah gereja Hagia Sofia menjadi masjid, Sultan mempersilakan murabbinya menjadi khatib Jumat pertama di masjid tersebut.
Sultan mengadakan acara tasyakuran dengan menyediakan hidangan makan atas kemenangan ini selama tiga hari dan ia sendiri yang melayani para tamu undangan.
Kemudian syaikh Aaq Syamsuddin berdiri menyampaikan sambutannya, mengingatkan para prajurit bahwa kemenangan ini adalah nikmat Allah dan mereka harus berbuat baik kepada penduduk Konstantinopel.
Dalam sambutannya syaikh mengatakan:
“Wahai para tentara Islam!.. Janganlah kalian mencuri harta ghanimah yang kalian peroleh. Janganlah kalian menghamburkan harta dan gunakanlah untuk berbuat baik kepada penduduk kota ini. Dengarkanlah, taatilah dan cintailah Sultan kalian”.
Kemudian syakh Aaq Syamsuddin menoleh ke arah Sultan seraya berkata:
“Wahai Sultanku, kamu telah menjadi kesayangan keluarga Utsman maka tetaplah berjihad di jalan Allah”.
Kemudian syaikh menutup sambutannya seraya bertakbir dengan suaranya yang lantang.
Setelah kemenangan ini, syaikh Aaq Syamsuddin ingin memberi pelajaran lain kepada Sultan agar tidak terkena penyakit sombong dan ghurur.
Ketika Sultan memerintahkan pemberian harta kepadanya, syaikh Aaq Syamsuddin menolaknya.
Ketika Sultan keluar dari tendanya, syaikh Aaq Syamsuddin pun tidak berdiri menghormatinya.
Perlakuan dan sikap ini melukai jiwa Sultan, lalu dia mengadu kepada orang dekatnya. Orang ini pun menasihatinya:
“Mungkin syaikh melihat ada kesombongan di dalam dirimu karena kemenangan yang tidak pernah diraih oleh para sultan yang agung sebelumnya lalu Beliau ingin menyingkirkan kesombongan itu dari dirimu”.
Syaikh Aaq Syamsuddin tidak hanya alim dan menguasai ilmu-ilmu syariah tetapi juga menguasai ilmu kedokteran, psikologi, biologi, kimia, pembuatan obat dan tata negara.
Syaikh Aaq Syamsuddin punya sejumlah karya tulis, di antaranya:
1- مادة الحياة
2- كتاب الطب
3- حل المشكلات
4- الرسالة النورية
5- تلخيص المتاءن
6- مقالات الاولياء
Sekalipun Sultan Muhammad al-Fatih ingin agar guru dan murabbinya tetap tinggal di Istanbul, tetapi sang murabbi bersikeras untuk kembali ke kampung halamannya.
Setelah enam tahun menikmati hidup di kampung halaman, Syaikh Aaq Syamsuddin wafat tahun 863 H/1459 M.
Semoga Allah memberikan ganjaran terbaik untuk murabbi yang alim dan saleh ini. Semoga Allah memunculkan murabbi-murabbi semisalnya di negeri kita tercinta.[ind]
Sumber: https://t.me/robbanimediatama