Setelah mendengar laporan dari panitia pembangunan masjid Sultan Sulaiman Al-Qanuni memutuskan untuk meminta pertimbangan dari ulama untuk menyelesaikan masalah ini.
Baca Artikel Sebelumnya: Kisah Orang Yahudi dan Sultan Sulaiman Al-Qanuni (Bag. 1)
Kisah Orang Yahudi dan Sultan Sulaiman Al-Qanuni (Bag. 2)
Ulama menjawab, “Yang Mulia, hukum Islam telah sangat jelas dalam melihat masalah ini. Kita tidak bisa memaksakan hukuman apapun kepada si Yahudi, hanya karena ia menolak menjual tanahnya. Gubuk itu miliknya, dan tidak boleh dirampas dengan paksa. Jika ia mati, anak-anaknya juga berhak untuk menolak menjual gubuk itu, karena syariat Islam mengesahkan perpindahan hak dari seorang ayah kepada anak-anaknya. Tidak ada cara lain, yang mulia, selain berusaha untuk meyakinkan Yahudi itu.”
Sultan berpikir sejenak, kemudian memandang kearah para punggawanya seraya berkata, “Aku sendiri yang akan menemui Yahudi itu. Aku akan membujuknya agar mau menjual gubuknya.”
Demikianlah… akhirnya Sultan Sulaiman Al-Qanuni berangkat menemui Yahudi pemilik gubuk. Ia turun dari kudanya, lalu mengetuk pintu.
Yahudi keluar dari gubuk. Ia melihat sultan telah berdiri diiringi oleh para pengawalnya. Dengan mata bingung, ia mendengar sultan yang memintanya untuk menjual gubuknya. Kali ini, ia tidak kuasa menolak bujukan sultan, apalagi sultan menawarkan harga berkali-kali lipat dari yang ditawarkan punggawanya.
Gubuk Yahudi pun terjual.
Demikianlah…pembangunan Masjid Sulaimaniyah yang besar telah selesai. Masjid tersebut menjadi symbol kemajuan seni arsitektur Islam. Apa yang dilakukan sultan kepada Yahudi menjadi saksi akan keadilan dan rahmat Islam bagi semua umat manusia.
Maha Benar Allah yang telah berfirman: “Dan tiadalah Kami menutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiyaa’:107)
Sumber : Golden Stories Kisah-Kisah Indah dalam Sejarah Islam, Mahmud Musthafa Sa’ad, DR. Nashir Abu Amir Al-Humaidi, Pusataka Al-Kautsar