ChanelMuslim.com – Kedermawanan Abdullah bin Umar disokong oleh kezuhudan. Ibnu Umar tak hendak membanting tulang dalam mencari dan mengusahakan dunia. Harapan dari duni itu hanyalah hendak mendapatkan pakaian sekedar penutup tubuhnya dan makanan sekedar penunjang hidup.
Salah seorang sahabatnya yang baru pulang dari Khurasan menghadiahkan sehelai baju halus nan indah kepadanya. Sahabatnya itu berkata, “Saya bawa baju ini dari Khurasan ini untukmu! Dan alangkah senangnya hatiku melihat kamu menanggalkan pakaianmu yang kasar ini, lalu menggantinya dengan baju yang indah ini!”
“Cobalah lihat dulu” jawab Abdullah bin Umar. Lalu dirabanya baju itu dan tanyanya, “Apakah ini sutera?” “Bukan, itu hanya katun” ucap kawannya.
Ibnu Umar mengusap baju itu sebentar kemudia diserahkannya kembali, katanya “Tidak, saya khawatir terhadap diriku! Saya takut ia akan menjadikan diriku sombong dan megah, sedang Allah tidak menyukai orang-orang sombong dan bermegah diri.”
Baca Juga: Belajar dari Kezuhudan Keponakan Rasulullah, Hakim bin Hizam
Kezuhudan dan Kesederhanaan Abdullah bin Umar
Pada suatu hari, seorang sahabat memberinya pula sebuah kotak yang berisi penuh. “Apa isinya ini?” tanya Ibnu Umar. Jawab sahabatnya, “Suatu obat istimew saya bawa untukmu dari Irak.”
“Obat untuk penyakit apa?” tanya Ibnu Umar. “Obat penghancur makanan untuk membantu pencernaan.” jawab sahabatnya. Ibnu Umar tersenyum, katanya kepada sahabati itu,”Obat penghancur makanan? Selama empat puluh tahun ini saya tak pernah memakan sesuatu makanan sampai kenyang!”
Abdullah bin Umar, seorang yang tak pernah makan sampai kenyang selama 40 tahun bukanlah maksudnya hendak menjauhi kekenyangan itu semata, tetapi pastilah karena zuhud dan wara’nya, serta usahanya hendak mengikuti jejak langkah Rasulullah dan bapaknya, Umar bin Khattab.
Ia cemas akan dihadapkan pada hari kiamat dengan pertanyaan sebagai berikut, “Telah kamu habisakan segala kenikmatan di waktu hidupmu di dunia, kamu bersenang-senang dengannya!” Ibnu Umar menyadari bahwa di dunia ini hanya tamu atau seorang musafir.
Ia pernah bercerita tentang dirinya, katanya “Tidak pernah saya membuat tembok dan tidak pula menanam sebatang kurma semenjak wafatnya Rasulullah saw.”
Maimun bin Marhan pernah berkata tentang Abdullah bin Umar, “Saya masuk ke rumah Ibnu Umar dan menaksir harga barang-barang yang terdapat di sana berupa ranjang, selimut, tikar. Apapun yang saya dapati disana harganya tidak sampai seratus dirham!”
Demikian itu bukan karena kemiskinan, karena Ibnu Umar adalah seorang kaya. Bukan pula karena kebakhilan, karena ia seorang yang pemurah dan dermawan. Sebabnya tidak lain hanyalah karena ia seorang zahid tidak terpikat oleh dunia. Tidak suka hidup mewah dan tidak senang menyimpang dari kebenaran dan keshalihan dalam menempuh hidup ini. [Ln]