ChanelMuslim.com- Di sebuah dunia antah berantah, ada sebuah kerajaan yang disebut Kerajaan Abal Abal. Bukan kerajaannya saja yang bernama aneh itu, rajanya pun bernama sama dengan kerajaannya: Raja Abal Abal.
Tiga pekan terakhir ini, Raja Abal Abal kerap mengigau di saat tidurnya. “Pindahkan ibukota! Pindahkan ibukota!” teriaknya sembari mata tertidur.
Atas laporan permaisuri raja, para pembesar kerajaan pun melakukan rapat darurat. Mereka melakukan segala kajian: mulai dari lokasi baru ibukota, desain kota, anggaran, dan cara perpindahan keluarga raja, para pembesar dan pejabat tinggi istana.
Semua itu mereka siapkan, sebelum nantinya raja memanggil mereka untuk segera memindahkan ibukota.
Benar saja. Raja Abal Abal memanggil para pembesar dan pejabat tinggi di ruang pertemuan.
“Para pembesar dan pejabat istana sekalian. Aku meminta kalian untuk menyiapkan ibukota baru buat kerajaan ini. Silakan disiapkan!” titah baginda raja saat itu.
Mereka pun menyodorkan hasil kajian yang sudah lengkap. Mendapati itu, raja mengangguk-angguk puas. “Bagus!” ucapnya.
Dalam kajian itu, mereka tidak berani menentukan lokasi tunggal. Melainkan, tiga pulau yang menjadi pilihan. Silakan raja yang akan memilih, pulau mana yang ia rasakan cocok untuk ibukota baru.
Tiga pulau pilihan itu adalah Pulau Mantan Kali, Pulau Bekas Kali, dan Pulau X-Kali. Kajian tentang tiga pulau alternatif itu lengkap dengan foto pulau, luas, hewan dan tumbuhan di sana, dan tentu saja ketersediaan makanan dan minumannya.
“Silakan baginda yang memilih dari tiga pulau yang kami usulkan,” ucap menteri urusan pindah ibukota.
“Aku cocok dengan pulau Mantan Kali,” titah raja, mantap.
Dari sekian proses perpindahan yang mereka lakukan, tak seorang pun dari pembesar istana yang berani menanyakan kenapa raja ingin pindah ibukota.
Apakah karena ibukota saat ini sudah terlalu padat penduduk, apakah karena jalannya sudah tidak nyaman lagi, atau karena sudah banyak pepohonan yang hilang berganti dengan gedung-gedung baru untuk urusan pemerintahan? Atau, ada alasan lain yang hanya raja yang tahu.
“Mohon maaf paduka permaisuri raja,” ucap salah seorang petinggi kerajaan yang bicara berbisik dengan permaisuri.
“Ya, silakan, Pak Menteri,” ucap permaisuri, juga dengan berbisik.
“Sebenarnya, apa yang menjadi sebab raja ingin pindah ibukota?” ucap sang menteri, kemudian.
Permaisuri tampak tercenung. Dahinya agak berkerut seperti sedang berpikir keras. “Hmm, terus terang, aku nggak tahu, Menteri!” jawab permaisuri yang diiringi anggukan menteri.
Ditargetkan, dalam waktu tiga tahun, pulau Mantan Kali yang terkenal dengan hutan hijau dan kaya aneka burung itu pun akan berubah wajah menjadi kota hijau dengan bangunan istana di tengah-tengahnya.
“Kalian jangan khawatirkan soal anggaran. Karena, sahabat karibku dari kerajaan Plin Plan sudah siap dengan utang besar,” titah raja yang diangguki Menteri Anggaran.
Sang menteri lagi-lagi hanya bisa mengangguk, walaupun hati kecilnya merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Pasalnya, utang dari kerajaan yang lainnya juga sudah sangat terlalu besar. Mau bayar pakai apa?
Dengan kerja keras dan kekompakan yang luar biasa, akhirnya ibukota baru sudah terbangun lengkap. Persis tiga tahun sesuai yang dititahkan raja.
Raja dan keluarganya pun dilakukan pindahan. Berikutnya para pembesar dan petinggi kerajaan berserta keluarganya. Dan tentu saja, para pengawal dan keamanan kerajaan.
Suatu malam di saat tidur, permaisuri raja terbangun mendadak. Ia kaget. Lagi-lagi, ia mendengar raja mengigau, “Pindahkan ibukota! Pindahkan ibukota!”
Waduh, kenapa raja kembali mengigau seperti itu? Kan, sudah tinggal di ibukota baru. Apa ada yang salah dengan lokasi ini? Ah, mungkin hanya mengigau. Begitu suara batin permaisuri menanggapi igauan tidur raja.
Namun, igauan itu berulang hingga tiga kali dalam kurun satu pekan. Permaisuri pun mulai gelisah. Tapi, bingung harus melakukan apa? Mau bertanya kepada raja, khawatir raja tersinggung. Mau menyampaikan itu ke para pejabat kerajaan, khawatir membingungkan dan merepotkan mereka semua.
Akhirnya, permaisuri pun berusaha mencari tahu tanpa harus bertanya ke raja dan bercerita ke para menteri. Tiap saat, ia amati perilaku suaminya yang menurutnya agak berbeda dari biasanya. Mulai selera makan, minum, atau ada sesuatu yang ia cari tapi belum ditemukan di tempat itu.
Sepertinya, semua kebiasaan keseharian raja biasa-biasa saja. Tak ada yang aneh dan ganjil. Kecuali, di jam 6 hingga jam 7 pagi saat raja berada di halaman belakang istana untuk menghirup udara segar pagi.
Raja terlihat mendongak dan sesaat kemudian menoleh ke kanan dan kiri, seperti mencari sesuatu di balik ranting-ranting pepohonan. Sesaat kemudian, raja pun seperti termenung dan kecewa.
Permaisuri pun memberanikan diri menghampiri raja. Ia menoleh ke sekitar untuk memastikan tidak ada siapa pun sehingga yang ia ucapkan tidak didengar pegawai istana.
“Paduka, apakah gerangan yang membuat paduka tampak bingung dan kecewa?” ucap permaisuri dari posisi samping suaminya.
“Isteriku, aku mengira di pulau Mantan Kali ini masih ada jenis burung kesayanganku yang sudah mati. Tapi, ternyata sudah tidak ada,” ucap raja agak tidak semangat.
Kini, permaisuri pun memahami. Rupanya, raja ingin pindah ibukota karena kangen dengan suara jenis burung kesayangannya yang sudah mati. Yaitu, burung Kunti.
Disebut burung Kunti. Karena suaranya mirip dengan suara hantu kuntil-anak: melengking, panjang, dan agak menyeramkan.
“Paduka, apakah kita harus pindah ibukota lagi?” tanya permaisuri sambal menatap wajah suaminya.
Saat itu, raja tertunduk lemas. Ia seperti bingung mau bilang apa. Ia menarik napas panjang, kemudian berdiri. Ia balik menatap wajah isterinya seraya mengangguk pelan.
“Kita pindah lagi, isteriku. Demi burung Kunti,” ucap sang raja, dalam. (Mh)