ABU Darda memosisikan ilmu sangat tinggi. Rekannya yang bernama Abu Qalabah bercerita, “Suatu hari, Abu Darda’ melewati seorang laki-laki yang telah melakukan suatu kesalahan, lalu dicaci maki oleh orang-orang. Abu Darda’ mencegahnya seraya berkata, ‘jika kalian mendapatinya terperosok dalam satu lubang, apakah kalian mengeluarkannya?’
Mereka menjawab, ‘Ya.’
Baca Juga: Cahaya Hikmah dan Wewangian Iman Abu Darda
Abu Darda Memosisikan Ilmu sangat Tinggi
Ia berkata, ‘Kalau begitu jangan kalian mencelanya. Bersyukurlah kepada Allah yang telah menyelamatkan kalian dari dosa dan kesalahan.’
Mereka bertanya, ‘Apakah engkau tidak membencinya?’
Ia menjawab, ‘Yang kubenci adalah perbuatannya. Jika dia meninggalkan kesalahannya, maka dia saudaraku.”
Bagi Abu Darda, ini adalah satu sisi ibadah, sedangkan sisi yang lain adalah ilmu dan ma’rifat.
Sesungguhnya, Abu Dar’da benar-benar memosisikan ilmu pada posisi yang sangat tinggi, seperti memosisikan orang bijak dan ahli ibadah.
Ia berkata, “Seseorang tidak mungkin mencapai tingkatan mutaqqin, apabila tidak berilmu, dan ilmu tidak akan berguna manakala tidak diaplikasikan.”
Baginya, ilmu adalah pemahaman, perilaku, ma’rifat, jalan hidup, fikrah, dan kehidupan.
Penghormatannya terhadap ilmu adalah penghormatan seorang yang bijak. Ia sering menegaskan bahwa seorang pengajar dan seorang penuntut ilmu memiliki keutamaan, posisi, dan pahala yang sama.
Menurutnya, kemuliaan hidup ini bergantung pada ilmu yang bermanfaat.
Ia berkata, “Aku tak tahu mengapa ulama kalian pergi berlalu, sedang orang-orang awam tidak mau belajar? Ketahuilah bahwa orang yang mengajarkan ilmu dan orang yang menuntut ilmu mendapat pahala yang sama. Selain mereka tidak ada lagi kebaikan.”
Ia juga berkata, “Manusia itu ada tiga macam: orang yang berilmu, orang yang menuntut ilmu, dan yang ketiga adalah orang yang tidak mempunyai aturan. Tidak ada kebaikan pada orang golongan ketiga ini.”
Seperti yang telah kita ketahui, bagi Abu Darda, ilmu dan amal tidak terpisahkan.
Ia berkata, “Yang paling kutakutkan nanti di hari Kiamat ialah bila aku ditanya di depan para makhluk yang lain, ‘Hai ‘Uwaimir, apakah kamu mengetahui?’ lalu aku menjawab, ‘Ya.’ Lalu aku ditanya, “Apa yang kamu lakukan dengan pengetahuannmu itu?”
Ia memuliakan ulama yang mengamalkan ilmunya, menempatkan mereka di tempat yang tinggi. Dalam doanya ia berucap, “Ya allah, aku berlindung kepada-Mu dari kutukan hati ulama.”
Ketika ditanya, “Bagaimana bisa hati mereka mengutukmu?”
Ia menjawab, “Dengan membenciku.”
Adakah Anda memperhatikan?
Ia menganggap kebencian ulama sebagai satu laknat yang tak sanggup dipikulnya. Karena itu, dengan rendah hati ia memohon perlindungan kepada Allah.
Baca Juga: Kezuhudan Abu Darda
Abu Darda’ selalu berpesan untuk mempererat tali persaudaraan dan membangun hubungan sesama manusia berdasarkan tabiat manusia itu sendiri.
Ia berkata, “Cacian seorang teman selalu menyenangkanmu? Penuhilah hak teman dan bersikap lemah-lembutlah.
Jangan terpengaruh oleh hasutan, karena engkau akan menjadi seperti penghasut. Lusa, kematian akan mendatangimu dan engkau akan kehilangan temanmu.
Jika engkau sudah mati, bisakah engkau berpisah dengannya? Lalu, mengapa di saat engkau masih hidup, engkau tidak memenuhi hak-haknya?”
Pengawasan Allah terhadap hamba-Nya menjadi dasar yang kuat bagi Abu Darda’ untuk membangun hak-hak persaudaraan.
Ia berkata, “Aku membenci menzalimi seseorang dan aku lebih benci jika sampai menzalimi seseorang yang tidak mampu meminta pertolongan dari kezalimanku kecuali kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Mahabesar.”
Alangkah mulianya jiwamu, dan berkilaunya ruhiyahmu, wahai Abu Darda’.
Ia memberi peringatan keras kepada masyarakat dari pemahaman keliru yang menyangka bahwa kaum lemah mudah diperlakukan sewenang-wenang menyalah gunakan kekuasaan dan kekuatan.
Ia tegaskan bahwa di balik kelemahan kaum lemah, mereka memiliki kekuatan ampuh ketika mengadukan kelemahan dan permasalahan mereka kepada Allah.
Dialah Abu Darda’ yang bijak.
Dialah Abu Darda’ yang zuhud, ahli ibadah, dan selalu merindukan Tuhannya.
Dialah Abu Darda’ yang bila orang terpesona dengan ketakwaannya, lalu mereka meminta doa darinya, ia selalu menjawab dengan rendah hati, “Aku bukan ahli berenang. Aku takut tenggelam.”
Kami tahu betapa mulia akhlakmu, wahai Abu Darda, namun engkau masih mengatakan tidak bisa berenang.
Tetapi pantaskan kita terheran-heran karena engkau adalah anak didik Rasulullah? Engkau adalah murid Al-Qur’an, putra Islam generasi pertama, teman Abu Bakar, Umar, dan lainnya. [Cms]
Sumber : 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom