SYAIR indah dari Abdullah Ibnu Rawahah bisa membuat pasukan perang menjadi bersemangat. Sewaktu kaum muslimin terpaksa terjun ke medan perang untuk membela diri, tampillah Abdullah ibnu Rawahah membawa pedangnya ke medan tempur Badar, Uhud, Khandaq, Hudaibiyah, dan Khaibar, seraya menjadikan syairnya sebagai slogan perjuangan,
“Duhai jiwa, jika tidak terbunuh, kau akan mati juga.”
Kepada para musuh, ia juga meneriakkan yel-yel perlawanan,
“Singkirkan orang-orang kafir itu dari hadapan
Semua kebaikan hanya ada pada Rasul panutan”
Perang Mu’tah pun tiba. Abdullah ibnu Rawahah adalah panglima ketiga setelah Zaid dan Ja’far.
Ketika pasukan siap berangkat meninggalkan Madinah, Abdullah ibnu Rawahah berdiri mengucapkan syairnya,
“Kepada Allah yang Maha Rahman
Kuminta ampunan dan tebasan mematikan
Atau tusukan yang menentukan
Lalu tersungkur memenuhi harapan.
Mati syahid sebagai pahlawan”
Benar, itulah harapan satu-satunya. Syahid di medan perang yang akan mengantarnya ke kehidupan para syuhada yang damai dan penuh kenikmatan.
Baca Juga: Penyair yang Mengenali Kata-Kata Indah Melebihi Syair
Syair Indah Abdullah Ibnu Rawahah
Pasukan Islam bergerak menuju Mu’tah. Di sana, mereka berhadapan dengan pasukan Romawi yang berjumlah 200 ribu tentara. Iring-iringan barisan mereka tidak terlihat ujungnya. Sungguh jumlah pasukan yang sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah pasukan Islam saat itu.
Ini membuat pasukan Islam terpaku. Ada yang berkata, “Sebaiknya kita kirim utusan kepada Rasulullah, memberitakan jumlah pasukan musuh.
Mungkin kita akan mendapat tambahan pasukan. Jika diperintahkan tetap maju, kita patuhi.”
Tetapi Abdullah ibnu Rawahah tampil dengan ucapannya, “Rekan-rekan seperjuangan, demi Allah, kita memerangi musuh bukan dengan jumlah pasukan atau kekuatan fisik.
Kita memerangi mereka dengan keimanan yang dianugerahkan Allah kepada kita. Keimanan inilah yang menjadikan kita mulai. Ayo…, mari kita bergerak maju! Kita akan mendapat satu dari dua kebaikan: kemenangan atau syahid sebagai pahlawan.”
Kaum muslimin bersorak setuju. Meskipun jumlahnya sedikit, mereka unggul dalam keimanan. Mereka berkata, “Sungguh benar apa yang dikatakan Abdullah ibnu Rawahah.”
Demikianla, pasukan Islam pun bertempur. Meskipun jumlah mereka sedikit, mereka tidak gentar menghadapi pasukan musuh yang berjumlah 200 ribu tentara. Pertempuran berlangsung sangat sengit.
Panglima pertama Zaid bin Haristah, gugur sebagai syahid, disusul oleh panglioma kedua, Ja’far bin Abu Thalib. Ia gugur sebagai syahid dengan penuh keceriaan.
Panglima ketiga, Abdullah ibnu Rawahah pun tampil. Ia mengambil bendera pasukan dari tangan Ja’far. Pertempuran berada di saat-saat gentingya.
Pasukan Islam yang berjumlah sedikit seakan ditelah oleh pasukan musuh yang jumlahnya sangat banyak, dipimpin oleh panglima mereka, Heraklius.
Ketika bertempur sebagai seorang prajurit, Abdullah ibnu Rawahah menerjang ke sana kemari dengan bebas. Namun sekarang, ia menjadi panglima pasukan, yang bertanggung jawab atas hidup-mati pasukannya.
Ketika melihat kehebatan pasukan Romawi, terlintas rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinnya. Tetapi hal itu tidak berlangsung lama. Ia bangkitkan seluruh semangat dan kekuatannya serta melenyapkan semua kekhawatiran sambil berseru,
“Duhai jiwa, aku telah bersumpah ke medan laga
Tapi engkau, seakan menolak surga
Duhai jiwa, jika tidak terbunuh, kau akan mati juga
Inilah kematian yang kau damba
Telah datang apa yang kau minta
Jejak keduannya sudah terbuka”
Ia pun maju mengobrak-ngabrik Romawi dengan gagah berani. Seandainya hari itu ia tidak harus menepati janjinya untuk ke surga, tentu ia akan terus menyabetkan pedangnya hingga pasukan musuh habis. Ia harus menepati janji itu. Ia gugur sebagai syahid, lalu terbang menuju surga.
Jasadnya tersungkur, namun ruhnya hidup damai di surga.
Cita-citanya telah tercapai,
“Siapa pun yang melewati jasadku akan berkata
wahai prajurit bimbingan Allah, selamat.”
Betul wahai ibnu Rawahah, engkau adalah prajurit bimbingan Allah.
Saat pertempuran sengit berkecemuk di bumi Balqa’ di Syam, Rasulullah sedang duduk bercakap-cakap dengan para sahabt di Madinah.
Percakapan itu berjalan dengan tenang dan santai. Namun tiba-tiba, Nabi terdiam dan memejamkan mata, kemduian membukannya kembali dan terlihat mata beliau berkaca-kaca. Ada rasa duka menggantung di sorot mata beliau.
Beliau melempar pandangan kepada para sahabat yang berada di sana lalu bersabda, “Bendera pasukan dipegang oleh Zaid bin Haritsah. Ia bertempur dengan gagah berani hingga gugur sebagai syahid.”
Beliau diam sejenak, lalu meneruskan ucapannya, “Kemudian bendera itu dipedang oleh Abdullah ibnu Rawahah. Ia bertempur dengan gagah berani hingga gugur sebagai syahid.”
Rasul terdiam lagi sejenak. Mata beliau terlihat bercahaya, menyinarkan kegembiraan, ketentraman, dan kerinduan, lalu berkata, “Mereka bertiga dinaikkan ke tempatku di surga.”
Adakah perjalanan yang lebih indah dari perjalanan ini?
Adakah kesepakatan yang lebih indah dari kesepakatan ini?
Mereka bertiga menuju ke medan perang bersama-sama, lalu terbang ke surga bersama-sama.
Sebaik-baik penghormatan untuk mengenang mereka adalah ucapan Rasulullah saw, “Mereka bertiga dinaikkan ke tempatku di surga.”
[Cms]
Sumber : 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom