ChanelMuslim.com – Allah swt. menciptakan pria dan wanita dengan keistimewaan dan kelemahannya masing-masing. Di balik keterbatasannya ada keistimewaan, begitu pun sebaliknya. Pria dan wanita diciptakan untuk saling melengkapi.
Ada hal menarik di balik firman Allah swt. dalam Surah Ali Imran ayat 14. Allah swt. berfirman,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.”
Baca Juga: Seribu Satu Keistimewaan Wanita di Balik Keterbatasannya
Seribu Satu Keistimewaan Wanita di Balik Keterbatasannya (2)
Ayat ini menjelaskan, antara lain, bahwa wanita menjadi perhiasan atau daya tarik untuk manusia (laki-laki). Pertanyaannya, bukankah hal serupa terjadi sebaliknya: pria juga menjadi daya tarik untuk wanita.
Menariknya, Allah swt. tidak menyebutkan tentang hal tersebut. Kenapa? Boleh jadi, karena Yang Maha Pencipta Maha Tahu kalau wanita punya sifat pemalu yang lebih besar dari pria. Tidak perlu disebutkan, karena hal tersebut akan membuatnya malu. Wallahu a’lam bishowab.
Beberapa hal berikut ini patut menjadi renungan, khususnya untuk wanita. Kenapa syariat Islam yang sempurna seperti membatasi wanita dalam beberapa hal, dan memberikan keluasaan untuk pria.
Keempat, kenapa pria boleh berpoligami sementara wanita tidak. Pria boleh berpoligami mulai dari dua, tiga, hingga empat. Sementara, wanita hanya untuk satu suami.
Hal ini, boleh jadi, karena wanita hanya bisa fokus pada satu titik pusat peredaran cinta. Ketika titik fokus cintanya sudah terpasang dengan pasangannya, ia akan melebur dan menyatu pada titik itu.
Penyaturan ke satu titik fokus cinta ini bukan sebuah kelemahan. Justru, menjadi sebuah energi luar biasa dalam melahirkan cinta-cinta turunan dari satu titik fokus itu. Yaitu, cinta yang tanpa batas terhadap buah hati mereka.
Wanita akan all out atau maksimal dalam menumpahkan seluruh potensi cintanya pada turunan cinta tunggal itu. Cinta yang mampu menggilas lelah, kecewa, marah; ketika sang buah hati memanggil uluran tangannya.
Jadi, cinta ini fokus pada satu titik dan terus menghujam kedalam pada turunan fokus tersebut. Berbeda dengan pria yang fokus cintanya bisa paralel pada beberapa fokus. Tapi, kurang bisa menghujam kedalam pada titik-titik fokus tersebut.
Kelima, kenapa pria bisa menceraikan wanita, sementara wanita tidak bisa menceraikan pria. Yang bisa dilakukan wanita adalah melakukan gugatan cerai untuk kemudian dilakukan sidang atau musyawarah untuk menghasilkan sebuah keputusan.
Hal ini, boleh jadi, dalam menjalankan dinamika cintanya, wanita akan tenggelam pada satu titik fokus cinta itu bersama dengan turunan cinta yang dihasilkan dari satu fokus itu. Ia akan sibuk dalam interaksi tersebut. Sebuah interaksi yang menyedot seratus persen energi jiwannya.
Dalam hal inilah, wanita sulit membedakan apakah keinginannya untuk melakukan cerai disebabkan karena faktor internal tadi, atau adanya dorongan dari faktor eksternal berupa daya tarik baru dari fokus cinta yang tidak ia dapatkan dari titik fokus itu.
Dengan kata lain, sebuah sebab munculnya gangguan fokus cinta, bagi wanita, boleh jadi bukan dari pihak luar dirinya yaitu pasangannya, melainkan justru dari dalam dirinya sendiri.
Hal inilah yang akan menjadikan masalah tidak pernah selesai melalui keputusan perceraian, karena sumber masalahnya ada pada diri wanita sendiri.
Kecenderungan ini tidak berarti seratus persen luput pada pria. Karena dalam beberapa situasi dan kondisi, pria pun larut dalam emosi yang menjadikannya menempuh alur berpikir seperti wanita. Kalau pada wanita, alur ini sebagai sebuah keistimewaan, sementara pada pria justru menjadi kelemahan yang fatal.
Biasanya, hakim atau para wali dari kedua belah pihak, tidak akan langsung mengikuti alur berpikir pasangan yang akan bercerai. Mereka akan mengajak pasangan ini untuk berada pada rel berpikir yang benar dan menganalisis masalah secara proporsional.
Kalau pun akhirnya terjadi, syariah Islam memberikan beberapa kali kesempatan bagi pasangan ini untuk melakukan proses ulang cinta yang benar, bijak, dan proporsional. (mh)