ChanelMuslim.com – Refleksi Idul Adha, Berharap Anak yang Shalih
Setiap memasuki hari raya Idul Adha, kita akan selalu teringat atau diingatkan tentang keshalihan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Nabi Ibrahim as diuji Allah dengan tantangan ketaatan, lebih mencintai anak ataukah lebih mencintai Allah.
Perintah Allah untuk menyembelih Ismail yang kala itu masih anak-anak, padahal begitu besar rasa sayang Nabi Ibrahim as kepadanya, anak yang dinanti-nanti kehadirannya. Adapun Ismail as tumbuh menjadi anak shalih yang kuat imannya. Ia pun taat pada perintah Allah swt. Maha Bijaksana Allah yang kemudian menggantinya dengan seekor domba yang besar untuk disembelih.
Baca Juga: Shalat Idul Adha Pertama Bagi Seorang Mualaf Jepang
Refleksi Idul Adha, Berharap Anak yang Shalih
Keimanan, keshalihan tak seperti harta yang dengan sendirinya diwarisi, harus ada perjuangan agar iman itu tumbuh, berkembang, mengakar, dan menguat dalam jiwa anak, sehingga mereka bersedia meneteskan keringat untuk menyemainya.
Maka, sebagai orangtua, kita tentu perlu selalu belajar agar anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang shalih, yang menebarkan rahmat bagi alam semesta, yang keshalihannya berlimpah manfaatnya.
Marila kita renungkan sejenak sabda Rasulullah saw, “Menikah adalah Sunnahku. Barangsiapa yang tidak mau melaksanakan Sunnahku, maka ia bukan dari golonganku. Menikahlah kalian. Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlah kalian dibanding umat yang lain.” (HR. Ibnu Majah)
Hadits yang dihasankan oleh Syaikh Al- Albani dalam shahih Ibnu Majah ini jelas menunjukkan keutamaan mempunyai banyak anak dan menjadikannya sebagai cita-cita. Lemahnya cita-cita dan kurangnya tekad untuk berbanyak anak menyebabkan kita mudah berkeluh kesah.
Kita cepat sekali merasakan kerepotan yang tak teratasi. Suka atau tidak, ini akan mempengaruhi cara kita mengasuh anak. Mereka yang dibesarkan dengan keluh kesah cenderung tidak memiliki daya juang tinggi. Mereka cepat merasa sulit bahkan sebelum berletih-letih dalam berusaha. Padahal bersama kesulitan pasti ada kemudahan yang Allah Ta’ala berikan kepada kita.
Sebaliknya, mereka yang dibesarkan dengan penerimaan dan kasih sayang, akan memiliki penerimaan diri yang baik sehingga mereka tumbuh sebagai manusia yang penuh percaya diri. Mereka mudah menghargai orang lain bukan karena orang lain memiliki kehebatan yang luar biasa. Mereka menghargai karena lapangnya dada dan bersihnya hati sehingga mudah merasakan kebaikan orang lain.
Sebelum urusan bagaimana cara mengasuh anak, ada yang harus kita benahi dalam niat kita. Jika banyaknya anak menjadi cita-cita, semata mengharap ridha Allah, maka kehadiran mereka akan kita sambut dengan penuh kerelaan dan rasa syukur. Ini merupakan hadiah pertama yang sangat berharga bagi anak. Jika anak-anak dibesarkan dengan penuh kesyukuran serta kehangatan, mereka akan lebih mudah untuk belajar menebar kebaikan dan kesantunan. Inilah pilar awal pembelajaran.
Semoga Allah mudahkan dan ridhoi setiap doa dan ikhtiar kita bersama anak. Allah berikan kesabaran, ilmu, dan kebahagiaan dalam mendidik dan mengasuh mereka. Selamat membersamai anak dalam waktu-waktu yang berharga dan bermakna.[ind]
Ditulis oleh: Hana
(Dikutip dari buku “Segenggam Iman untuk Anak Kita” karya Mohammad Fauzil Adhim)