Chanelmuslim.com – Abu Musa Al-Asy’ari tidak mau ketinggalan dalam peperangan, saat musuh yang dihadapi adalah orang-orang kafir yang menentang Islam dan berusaha memadamkan cahaya Allah. Namun, jika peperangan yang terjadi adalah antara sesama Muslim, maka ia menjauh dan tidak ingin melibatkan diri.
Sikapnya ini terlihat jelas saat terjadi pertikaian antara Ali dengan Mu’awiyah dan peperangan yang terjadi sesama kelompok muslim saat itu.
Baca Juga: Perundingan Kelompok Khalifah Ali dan Mua’wiyah (2)
Perundingan Kelompok Khalifah Ali dan Mua’wiyah (1)
Membicarakan masalah ini akan mengantarkan kita ke satu peristiwa yang membuat Abu Musa terkenal, yaitu sikapnya dalam Tahkim (perundingan) antara Ali dengan Mu’awiyah. Satu sikap yang sering dijadikan bukti kebaikan hatinya yang berlebihan hingga mudah tertipu oleh lawan.
Sikapnya ini, meskipun sedikit tergesa- gesa dan ceroboh, tetapi membuktikan keagungan tokoh kita ini. Membuktikan kebesaran jiwanya dan sejauh mana keyakinannya terhadap kebenaran.
Berikut pendapatnya dalam perundingan (takhim) antara Ali dan Mu’awiyah; “Memperhatikan adanya peperangan sesama kaum muslimin, setiap kelompok membela pemimpinnya. Mempertimbangkan peperangan yang sudah semakin parah hingga nasib kaum muslimin berada di jurang kehancuran, maka harus diselesaikan dari awal lagi.
Sesungguhnya, perang saudara yang terjadi adalah antara dua kelompok kaum muslimin yang bertikai soal siapa pemimpin sesungguhnya. Karena itu, biarlah Ali mengundurkan diri, begitu juga dengan Mu’awiyah. Setelah itu, biarkan kaum muslimin melakukan syura untuk memilih pemimpin mereka.”
Begitulah jalan keluar yang diusulkan oleh Abu Musa. Benar bahwa Ali telah diangkat menjadi Khalifah secara sah dan benar pula bahwa pembangkangan yang tidak beralasan, tidak boleh dibiarkan mencapai tujuannya menggugurkan kebenaran. Akan tetapi, pertikaian yang terjadi antara Khalifah Ali dengan Mu’awiyah, antara penduduk Irak dan penduduk Syam, menurut Abu Musa, sudah melampaui batas yang memerlukan pemikiran dan solusi yang baru. Pembangkangan Mu’awiyah bukan lagi sekadar pembangkangan. Pembangkangan penduduk Syam bukan lagi sekadar pembangkangan. Pertikaian yang terjadi bukan lagi sekadar perbedaan pendapat. Akan tetapi, sudah berubah menjadi perang saudara yang memakan ribuan korban dari kedua kelompok, dan akan terus berdampak lebih buruk baik Islam dan kaum muslimin.
Bagi Abu Musa, menjauhkan sebab-sebab pertikaian dan peperangan adalah titik tolak untuk mencapai penyelesaian.
Pada mulanya, sesudah menerima rencana Tahkim, Khalifah Ali bermaksud mengangkat Abdullah bin Abbas atau rekan-rekannya yang lain untuk mewakili pihaknya. Akan tetapi, kelompok besar yang berpengaruh di pihaknya dan di pasukannya memaksanya untuk memilih Abu Musa al-Asy’ari. Mereka beralasan karena Abu Musa sejak awal sama sekali tidak terlibat dalam pertikaian antara Ali dengan Mu’awiyah. Bahkan, ia menjauhkan diri dari mereka, setelah tidak berhasil membawa mereka ke meja perundingan dan menghentikan peperangan. Inilah kelebihan Abu Musa yang membuatnya lebih berhak melaksanakan Tahkim.
Ketakwaan, keikhlasan dan kejujuran Abu Musa sama sekali tidak diragukan oleh Khalifah Ali, tetapi ia tahu maksud tertentu pihak lawan dan sejauh mana mereka mengandalkan tipu muslihat dan permainan kata-kata. Sementara Abu Musa, meskipun mempunyai pemahaman dan pengalaman luas, ia membenci tipu muslihat dan permainan kata-kata. la lebih suka berinteraksi dengan orang lain dengan kejujuran, bukan dengan kecerdikannya. Karena itulah, Khalifah Ali khawatir Abu Musa akan teperdaya, dan Tahkim menjadi ajang permainan kata-kata pihak lawan. Akhirnya, permasalahan semakin buruk. (bersambung)
Sumber : Biografi 60 Sahabat Nabi, Penerbit Al Itihsom