Chanelmuslim.com – Pengkhianatan dalam Peristiwa Ar-Raji
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam selalu siap mengirim para sahabatnya untuk mengajarkan Islam kepada setiap suku yang memerlukan. Karena itu dengan prasangka baik beliau memenuhi permintaan Bani hudzail. Saat itu utusan Hudhail berkata, “Muhammad di kalangan kami ada beberapa orang Islam kirimkanlah beberapa orang sahabat Tuan bersama kami yang kelak akan dapat mengajarkan hukum Islam dan Alquran kepada kami.
Enam orang sahabat besar diutus dan pergi bersama rombongan penjemput dari hudzail. Penghianatan terjadi ketika mereka sampai di pangkalan air Ar-Rozi milik Bani hudzail. Enam orang sahabat itu dikepung, begitu sadar bahwa mereka masuk dalam perangkap. Keenam dai itu mencabut pedang. Hanya senjata itu yang mereka bawa namun di wajah mereka tidak terlihat terasa gentar sedikitpun.
Baca Juga: Kisah Pengkhianatan Hathib bin Abi Balta’ah kepada Rasulullah
Pengkhianatan dalam Peristiwa Ar-Raji
Orang-orang Hudhail berkata, “Demi Tuhan, kami tidak ingin membunuh kalian. Kalian akan kami jual kepada penduduk Mekah sebagai tawanan. Kami berjanji Atas nama Tuhan kami bahwa kami tidak bermaksud membunuh kalian, karena itu menyerahlah.
Keenam sahabat itu saling berpandangan mereka menyadari bahwa apabila mereka dibawa ke Mekah sebagai tawanan, mereka pasti akan disiksa habis dan dibunuh. Itu berarti penghianatan besar yang lebih berat daripada pembunuhan biasa. Setelah saling sepakat dalam hati, salah seorang sahabat menjawab, “Kami tidak akan menyerah lakukan apa yang kalian mau kami sudah siap bertarung membela kehormatan agama dan nabi kami.”
Maka orang-orang Hudzail yang jauh lebih banyak jumlahnya itupun menyerang. Keenam sahabat itu bertarung dengan gigih, pedang mereka ayunkan tangkas untuk menebas hujan panah atau menangkis tusukan tombak. Pertarungan tidak seimbang itu pun berakhir, tiga orang syahid 3 orang lagi berhasil ditangkap hidup-hidup. Mereka yang ditangkap itu adalah Abdullah Bin Thariq, Zaid bin Adatsinah, dan Khubaib bin Adiy. Kemudian mereka segera dibelenggu dengan kuat dan dibawa ke Mekah.
Namun di tengah jalan Abdullah Bin Thariq berhasil melepaskan diri dari pengikat.
“Harus ada yang memberitahu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang penghianatan ini!” demikian pikir Abdullah.
“Aku harus berusaha meloloskan diri sekarang, namun jika gagal aku sudah siap menyusul ketiga temanku yang lain ke akhirat.
Abdullah Bin Thariq menyerang seorang pengawal dan berhasil merebut pedangnya. Dengan pedang itu ia berusaha merebut seekor kuda, namun orang orang Hudhail segera pulih dari rasa terkejutnya. Mereka mengambil batu dan melempari Abdullah dari belakang. Batu batu sebesar kepalan tangan menghantam tubuh dan kepala sahabat mulia itu.
Abdullah jatuh bersimbah darah yang gugur dalam keadaan yang sangat diimpikan setiap muslim. Syahid membela agama.
Kedua tawanan yang lain terus dibawa ke Mekah dan dijual. Said bin addatsinah dijual kepada Safwan Bin Umayyah.
“Aku akan membunuhnya sebagai balasan terbunuhnya ayahku di tangan mereka,” geram Safwan dengan mata menyala-nyala.
Ayah Safwan, Umayyah bin khalaf dibunuh Bilal bin Rabah dalam Perang Badar.
“Nastas,” panggil Sofwan keras keras.
Seorang Budak berbadan tegap datang.
“Siksa dan bunuh orang ini,” perintah Sofwan kepada Nastas.
“Bawa dia ke tempat di mana semua orang bisa melihatnya!” ujar Shafwan.
Zaid pun di seret seret melalui jalan-jalan Mekkah. Sebagian orang menyoraki dan mencemoohnya. Sebagian lain menaruh kagum, dalam hati melihat ketabahan Zaid. Tak terlihat sedikitpun rasa takut di wajan Zaid. Di tengah siksaan itu, Zaid tetap tampak berwibawa dan teguh seperti Bukit Cadas.
Di tempat Zaid akan dibunuh, Abu Sufyan datang mendekat.
“Zaid, orang segagah engkau tidak pantas mati begini,” ujar Abu Sufyan.
“Bersediakah engkau memberikan tempatmu itu pada Muhammad? dialah yang harus dipenggal lehernya, sedang kau dapat kembali kepada keluargamu!”
Zaid menatap Abu Sufyan seakan heran dengan pertanyaan itu.
“Tidak,” jawab Said.
“Seandainya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam di tempatnya sekarang ini akan menderita karena tertusuk duri sekalipun, sedang aku ada di tempat keluargaku, aku tidak akan rela!”
Abu Sufyan terpana sambil menggeleng kagum. Ia berkata, ” Belum pernah aku melihat seorang begitu mencintai sahabatnya sedemikian rupa seperti sahabat-sahabat Muhammad mencintai Muhammad.”
Zaid pun dipenggal. Ia gugur sebagai syahid yang memegang teguh amanat Rasulullah.
Diriwayatkan oleh Tabrani dari Ibnu Abbas Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda sekuat kuat ikatan iman adalah persaudaraan karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala cinta karena Allah subhanahu wa ta’ala dan membenci karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sumber: Sirah Nabawiyah Syaikh Syaifurrahman Al-Mubarakfurry