Penggunaan kerudung dan cadar telah diterapkan di masa sebelum Islam atau pada masa Jahiliyah. Hal ini dibuktikan dari beberapa syair orang arab yang sering kali menyebut penggunaan kerudung dan cadar pada bait-bait syairnya:
Al-Huthai’ah seorang penyair yang mengalami masa Jahiliyah dan masa Islam pernah mengatakan pada masa jahiliyahnya:
“Ummah berkeliling naik kendaraan
Alangkah baik tubuh dan cadarnya.”
Al-A’sya berkata:
“Bagaikan gundukan pasir yang lembut
Di bawahnya dikenakan jilbab indah dan bagus.”
Baca Juga: Muslimah Bercadar Inggris Terinspirasi Membuat Grup Hiking Muslim
Penggunaan Kerudung dan Cadar Di Masa Jahiliyah
Meskipun cadar telah digunakan pada masa jahiliyah sebagai budaya dari segelintir masyarakat arab saat itu, namun penggunaan cadar pada masa Islam tidak dilarang atau ditiadakan sama sekali.
Sejak kemunculan Islam, pakaian wanita memiliki aturan tersendiri tanpa menghilangkan penggunaannya sebagaimana sebelumnya.
Pakaian wanita tetap bisa disesuikan dengan kondisi geografis dan budaya para penggunanya. Hanya saja Islam memberikan beberapa batasan dan ketentuan pada keadaan khusus.
Sebagai contoh, dalam syari’at, penggunaan cadar saat ihram tidak diperbolehkan demikian pula saat shalat beberapa ulama menghukuminya makruh.
Selain itu, saat masa jahiliyah, wanita biasa menggunakan kerudung dengan cara meletakkannya di atas kepala dan melemparkannya sisi kanannya ke pundak yang kiri, sehingga dada wanita tersebut tidak tertutupi dengan kerudung itu.
Sebagaimana dikatakan oleh Al-Farra’ bahwa pada zaman jahiliyah wanita mengulurkan kerudungnya dari belakang dan membuka bagian depannya, lalu mereka diperintahkan untuk menutupinya.
Saat Islam datang, syari’at mengatur untuk menjulurkan kerudung pada dada para wanita, sebagaimana dalam surah an-Nur ayat 31 yang berbunyi: