Pernah saya menghadiri sebuah pengajian akbar di suatu Masjid besar nan terkenal di kota Jakarta, seorang ulama sunnah dari negeri Saudi pun menjadi pematerinya. Walhamdulillah, nikmat besar bisa mengambil faidah dari seorang ulama secara langsung, mudah-mudahan majelis tersebut adalah majelis ilmu yang diberkahi, dirahmati, dilingkupi malaikat dan diturunkan sakinah kepada para hadirinnya termasuk saya.
Tapi keindahan ini sedikit terusik dengan (banyaknya) peserta pengajian yang ngobrol ketika pengajian berlangsung. Yah, mungkin karena pengajian ini pesertanya berasal dari berbagai tempat. Jadilah pengajian sebagai ajang kopdar. Dan yang lucu, yang diobrolkan itu tidak jauh dari “tadi kesini naik apa?”, “sama keluarga apa sendiri?”,“ikut rombongan apa sendirian?”, “tadi di jalan macet ngga?”, “gimana kabarnya si Fulan, lama ngga ketemu”, dan semacam itu. Ajiiib jiddan! Proses datang ke pengajian bisa jadi bahan obrolan yang sesuatu banget, tapi pengajiannya sendiri bukan sesuatu, buktinya dia malah ngobrol. Aneh bukan? Jangan-jangan niat utamanya bukan ngaji tapi kopdar.
Para sahabat Nabi ridwanullah ‘alaihim ajma’in ketika bermajlis bersama Nabi, mereka tenang dan diam sampai seakan-akan burung sedang bertengger di atas kepala mereka. Karena biasanya burung tidak akan mau bertengger di atas kepala jika ia bergerak walau sedikit. Al Barra bin ‘Adzib radhiallahu’anhu mengatakan,
“Kami pernah keluar bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam untuk mengantar jenazah. Ketika sampai di pemakaman, beliau duduk, maka kami pun duduk. (Kami diam) seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung yang bertengger” (HR. Ibnu Majah 1269, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)
Lihat bagaimana murid-murid Waki bin Al Jarrah rahimahullah (guru Imam Syafi’i),
“Mereka di dalam majelisnya seakan-akan sedang shalat. Jika Waki’ ingin mengingkari apa yang dilakukan muridnya di majelis, ia pakai sandal lalu masuk (berhenti mengajar)” (Jarh Wat Ta’dil, 1/232)
Nah, bagaimana jika ulama saudi yang mengisi pengajian menerapkan praktek Imam Waki’, lalu pulang ke Saudi??
Lihat juga bagaimana seorang ulama besar, Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah (guru Imam Ahmad bin Hambal), menyikapi orang yang tertawa di majlisnya
“Suatu ketika ada seorang yang tertawa di majlis Abdurrahman bin Mahdi. Maka ia berkata: siapa itu yang tertawa? Lalu orang-orang menunjuk pada orang yang tertawa. Abdurrahman bin Mahdi berkata: ‘Engkau menuntut ilmu sambil ketawa-ketawa? Saya tidak akan bicara padamu selama sebulan’” (Al Jami’ Fi Adabi Rawi, 329)
Diceritakan oleh Hammad bin Zaid rahimahullah pengalaman beliau ketika mengaji kepada ulama besar di kalangan tabi’in, Ayyub As Sikhtiyani rahimahullah,
“Suatu ketika di majlis Ayyub As Sikhtiyani terdengar keributan. Ayyub bertanya: ‘keributan apa itu? bukankah kalian tahu bahwa meninggikan suara terhadap hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam itu sebagaimana meninggikan suara terhadap beliau ketika masih hidup?’” (Al Jami’ Fi Adabi Rawi, 332)
Dan meninggikan suara terhadap Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam perkara yang sangat serius. Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari” (QS. Al Hujurat: 2)
Bisa menghapus pahala ..!
Oleh karena itu, mulai sekarang coba deh cek lagi niat kita datang ke pengajian. Ingin apa? Ingin menuntut ilmu, atau yang lain?
—
https://kangaswad.wordpress.com/2013/04/