MUDAHNYA memerintah orang bodoh, tulisan ini dibagikan oleh Djoko P. Abdullah yang mengajak kita untuk berpikir kritis analitis dalam menyikapi suatu peristiwa yang terjadi.
Diceritakan, pada salah satu pertemuan bersama seluruh anggota Parlemen, Stalin (Pemimpin Uni Soviet 1878-1953) pernah minta asistennya untuk membawakan seekor ayam.
Dia meraih erat ayam hidup itu dengan satu tangan dan mulai mencabuti bulunya dengan tangan lainnya. Ayam tak berdaya itu kesakitan dan mencoba meronta.
Lalu Stalin berkata kepada asistennya: “Sekarang lihat apa yang akan terjadi.”
Ayam itu diletakkan di lantai dan menjauh darinya, Stalin lalu mengambil segenggam gandum di tangannya.
Semua anggota parlemen takjub, saat ayam ketakutan dan kesakitan tetapi berlari mengejar Stalin. Segenggam gandum ditaburkan, ayam itu mengejarnya ke mana-mana.
Stalin melihat ke asistennya, dan berkata: “Begitu mudahnya memerintah orang bodoh, kalian lihat. Bagaimana ayam itu mengejarku meski kubuat kesakitan.”
Begitulah kebanyakan orang bodoh, mereka dianiaya dan diperalat para pemimpin dan politisi jahat, hanya untuk menerima hadiah murahan atau makanan selama satu hari.
baca juga: Lisan Orang yang Bodoh
Mudahnya Memerintah Orang Bodoh
Abu al-Laits As-Samarqandy yang berasal dari Uzbekistan, adalah seorang ahli tafsir, hadits, dan fiqih.
Beliau dikenal sebagai penutur nasihat yang sangat bijaksana. Salah satu kitab yang sangat terkenal dan masyhur adalah Tanbih al-Ghafilin.
Dalam kitab tersebut diuraikan untaian hikmah dari bijak bestari (Hakim Al-Hukama), bahwa minimal ada enam (6) ciri orang bodoh.
Pertama, marah tanpa alasan.
Kedua, berbicara tanpa ilmu.
Ketiga, memberikan sesuatu tidak pada tempatnya.
Keempat, mengumbar rahasia kepada semua orang.
Kelima, mudah percaya kepada semua orang.
Keenam, tidak mampu membedakan mana teman, mana lawan.
Kita mengapresiasi kebodohan sebab kita mengapresiasi ilmu pengetahuan. Kesadaran akan kebodohan adalah awal pengetahuan.
Hanya orang yang tak pernah berhenti merasa bodoh, yang akan terus bertambah ilmunya. Sekali orang merasa pintar, saat itu dia berhenti pintar dan menjadi bodoh.
Seorang ahli hikmah pernah berkata: “Apabila kebodohan itu berbentuk makhluk, pasti akan aku bunuh.”
Imam Syafi’i pernah mengeluarkan quote yang dahsyat tentang kebodohan, katanya :”Jika Anda tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka Anda harus sanggup menahan derita kebodohan”.
Group-think (pemikiran kelompok) merupakan fenomena psikologis yang dapat berujung pada kebodohan kolektif.
Anggota kelompok atau komunitas seringkali memprioritaskan keharmonisan dan konsensus dibandingkan evaluasi obyektif dan kritis, sehingga outputnya adalah keputusan yang kurang obyektif dan optimal.
Mengapa pendekatan ini berbahaya, meskipun dirasa aman dan pasti? Pemikiran kelompok dapat menimbulkan konsekuensi yang serius.
Prof. Irving Janis menyebut hal ini sebagai akar bencara besar kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat seperti tragedi Pearl Harbor dan Perang Vietnam.
Pada 7 Desember 1941, ada instalasi militer AS di Pearl Harbor di Hawaii diserang oleh Angkatan laut Kekaisaran Jepang.
Apakah peristiwa tragis yang mengakibatkan lebih dari 3.000 orang Amerika terbunuh dan terluka dalam satu serangan selama dua jam itu dapat dicegah?
Setelah 16 tahun mengungkap dokumen melalui Freedom of Information Act, jurnalis dan sejarawan Robert Stinnett menuduh bahwa para pemimpin pemerintahan AS di tingkat tertinggi tidak hanya mengetahui bahwa serangan Jepang sudah dekat, namun mereka juga sengaja terlibat dalam kebijakan yang dimaksudkan.
Untuk memprovokasi serangan tersebut, agar menarik masyarakat Amerika yang enggan dan cinta damai untuk ikut berperang di Eropa.
Bagaimana Roosevelt memang memicu konflik dengan Jepang dan mempersiapkan negara tersebut untuk perang di Eropa?
Kaum revisionis berpendapat bahwa peristiwa-peristiwa penting menjelang deklarasi perang AS pada tahun 1941 menunjukkan bahwa Roosevelt terkadang menggunakan taktik licik untuk meningkatkan keterlibatan AS secara bertahap dan membangkitkan sentimen pro-perang di masyarakat Amerika.
Dalam pandangan mereka, keadaan sekitar serangan terhadap Pearl Harbor, jika ditafsirkan berdasarkan perilaku Roosevelt pada tahun-tahun sebelumnya, sangat menunjukkan bahwa ia sengaja memprovokasi serangan Jepang.
Contoh-contoh sejarah ini menyoroti keniscayaan pemikiran kritis-analitis dari beragam perspektif dalam proses pengambilan keputusan.[ind]