MERIDAI kemungkaran walau sekecil apa pun ternyata fatal akibatnya. Oleh sebab itu, jangan pernah meremehkan kemungkaran sedikit pun. Jangan menganggap bahwa tidak apa-apa untuk membiarkan kemungkaran.
Baca Juga: Menjadi Umat Terbaik dengan Menyuruh Berbuat Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran
Meridai Kemungkaran, Fatal Akibatnya
Dari Al ‘Urs bin Amirah Al Kindi radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
إذا عُمِلَتِ الخطيئةُ في الأرضِ كان مَن شَهِدها فكَرِهها – وقال مرَّةً: أنكَرها – كمَن غاب عنها، ومَن غاب عنها فرَضِيها كان كمَنْ شَهِدها
“Jika diketahui ada suatu perbuatan dosa di suatu tempat, orang yang hadir di tempat tersebut namun ia membenci perbuatan dosa tadi (dalam riwayat lain: “namun ia mengingkari perbuatan dosa tadi”) ia sebagaimana orang yang tidak hadir di sana.
Dan orang yang tidak hadir di tempat tersebut, namun meridhai perbuatan dosa tadi, maka ia sama seperti orang yang hadir di tempat tersebut.” (HR. Abu Daud no. 4345, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad menjelaskan:
معناه: أنه كأنه لم يرها لأنه رأى شيئاً وأنكره، فهو مثل الذي لم ير؛ لأنه سلم بهذا الإنكار، وذاك سلم بكونه ما رأى
“Maknanya: orang yang membenci maksiat yang ia lihat, dianggap seakan-akan ia bukan orang yang melihatnya.
Karena ia melihat satu kemungkaran, lalu ia ingkari. Maka orang ini semisal dengan orang yang tidak melihat kemungkaran tersebut.
Karena ia orang selamat (dari dosa) karena ia melakukan pengingkaran. Sedangkan orang yang tidak lihat, ia selamat (dari dosa) karena ia tidak melihat kemungkaran tersebut”
إذا سمع بأمر قد حصل وهو غائب عنه ولكنه أعجبه كان كمن شهده، لأنه رضي بالأمر المنكر، ورضي بالأمر المحرم، فهو بهذا الرضا وبهذا الفرح والسرور لحصوله رغم غيبته كالذي حضر أو شهد
“Jika seseorang mendengar suatu perkara (maksiat) yang telah terjadi, dan ia tidak melihatnya langsung. Namun ia kagum dengan perbuatan tersebut, maka ia dianggap seperti orang yang melihatnya langsung.
Karena ia meridhai perkara yang mungkar dan haram. Dengan ia ridha, senang dan gembira terhadap perbuatan mungkar tersebut, padahal ia tidak hadir secara langsung, ia dianggap sebagaimana orang yang hadir atau menyaksikan langsung perbuatan maksiat tersebut.” (Syarah Sunan Abu Daud, 12/255).
Ternyata sekedar setuju, senang dan ridha terhadap suatu maksiat, ikut mendapatkan dosanya.
Walaupun tidak ikut serta langsung dalam perbuatan maksiat tersebut.
Hati-hati dengan komentar “sok bijak” anda di medsos. Seringkali ada berita tentang maksiat, dikomentari:
“Ngga apa-apa itu kan hak dia…”
“Saya kira sah-sah saja dia lakukan itu…”
Yang berkomentar seperti ini atau yang senada, dikhawatirkan kebagian dosa juga. Wal ‘iyyadzubillah. [Cms]
@fawaid_kangaswad