TANGGAL 12 Rabiul Awal kembali datang. Tanggal ini identik dengan sosok manusia paling mulia: Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Pada hampir 1500 tahun lalu, sebuah peristiwa mulia terjadi di tanah Mekkah. Seorang wanita mulia melahirkan bayi paling mulia bernama Muhammad, shallallahu ‘alaihi wasallam.
Beliau lahir di sebuah wilayah yang hampir dilupakan dunia saat itu. Sebuah tempat yang tidak menjadi jajahan Romawi, tidak juga Persia: dua adidaya yang saling berlomba untuk menguasai tanah berpenghuni.
Mekkah tidak dilirik dunia saat itu karena keadaannya yang tandus, keras, dan tidak menghasilkan apa pun kecuali ritualitas haji yang dilakukan turun temurun sejak masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Wilayahnya seolah terisolir dari peradaban dunia mana pun. Tapi dunia saat itu lupa, bahwa di situlah terdapat tempat paling suci di muka bumi ini, yaitu Ka’bah.
Hanya berjarak beberapa puluh meter dari tempat paling mulia di muka bumi itu, lahir seorang bayi mulia. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 12 Rabiul Awal yang tahunnya disebut orang saat itu sebagai tahun gajah. Bertepatan dengan tahun 570 Masehi.
Disebut tahun Gajah karena saat itu bertepatan dengan kedatangan pasukan Abrahah dari Yaman yang menggunakan kendaraan gajah. Peristiwa itu diabadikan dalam Al-Qur’an dalam Surah Al-Fiil, atau surah gajah.
Kedatangan pasukan Abrahah bermaksud untuk menghancurkan Ka’bah. Namun, pasukan itu hancur di tengah perjalanan oleh azab Allah melalui burung Ababil.
Dari momen itu saja, dunia bisa menilai tentang sosok yang lahir pada saat itu. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan cucu dari pemimpin Mekkah saat itu, yaitu Abdul Muthalib.
Beliau lahir dalam keadaan yatim. Di masa balita, beliau juga ditinggal oleh ibu tercinta untuk selamanya. Beliau besar melalui asuhan kakek dan diteruskan oleh paman beliau yang bernama Abu Thalib, anak tertua dari Abdul Muthalib yang meneruskan ketokohan ayahnya.
Muhammad kecil tumbuh besar di sebuah masyarakat yang terbebas dari pengaruh dunia mana pun, Romawi atau Persia. Beliau mewariskan kefasihan Bahasa Arab yang asli dari seorang ibu pengasuh bernama Halimatus Sa’diyah selama empat tahun.
Halimatus Sa’diyah tinggal bersama suaminya di sebuah desa bernama Hudaibiyyah. Ketika awal kenabian, Halimatus Sa’diyah bersama suaminya, Harits bin Abdul Uzza, menyatakan bergabung dalam barisan Rasulullah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti membalikkan jarum sejarah kemuliaan Ka’bah bersama Kota Mekkahnya dan menjadi sorotan dunia hingga sekarang.
Di situlah sejarah awal peradaban Islam yang akhirnya membentang ke seluruh pelosok bumi. Setelah menjadi Nabi dan Rasul pada usia 40 tahun, Rasulullah hanya tinggal di Mekah selama 13 tahun. Sisanya hingga akhir hayat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menetap di Madinah.
Dua kota di Arab Saudi itu: Mekkah dan Madinah, akhirnya menjadi dua kota yang paling banyak dikunjungi oleh umat manusia dari seluruh penjuru negeri.
Dan dua kota suci itu pula yang kelak akan Allah lindungi dari kekuasaan makhluk mengerikan akhir zaman: Dajjal. Di mana tidak ada sejengkal tanah di bumi ini pun yang tidak dikunjungi Dajjal.
Allahumma sholli ‘alaa Sayyidina Muhammad, wa’alaa aalihi washohbihi ajma’in. [Mh]