Chanelmuslim.com – Abu Hazim berkata, “Aku tidak membutuhkannya. Karena aku dan yang lain memiliki hal yang sama atas uang ini. Jika engkau memberi uang senilai ini kepada yang lain dan berlaku adil, maka aku mau mengambilnya. Jika tidak, maka aku tidak mau mengambilnya. Aku takut uang yang engkau berikan ini adalah harta yang engkau bayar untuk nasihatku.” Lalu Abu Hazim berkisah,
“Di saat Nabi Musa bin Imran melarikan diri dari Firaun dan tiba di suatu negeri yang bernama Madyan, ia bertemu dengan dua gadis penggembala yang menunggu giliran meminumkan ternak-ternaknya. Ia berkata kepada kedua gadis itu, “Tidak adakah orang yang menolong kalian?”
Keduanya menjawab, “Tidak Ada.”
Setelah itu, Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa, “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang engkau turukan kepadaku.” Dia tidak meminta upah kepada Allah atas perbuatannya itu.
Tatkala kedua anak gadisnya pulang lebih cepat dari biasanya, sang ayah merasa heran. “Apa yang membuat kalian pulang lebih cepat?”
Kedua anak gadisnya berkata, “Kami bertemu dengan seorang lelaki perkasa yang menolong kami.”
Sang Ayah bertanya, “Kata-kata apa yang kalian dengar darinya?”
Kedua anak gadis itu menjawab, “Dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa, “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.”
Sang Ayah berkata, “Mungkin dia kelaparan. Pergilah salah satu anak di antara kalian. Temui dia, lalu katakan, “Ayah memanggilmu. Ia ingin memberimu imbalan atas pertolongan yang telah kamu berikan.”
Gadis itu melaksanakan perintah ayahnya. Ia berjalan menemui Musa dengan langkah penuh penghormatan kepada Musa. Saat bertemu Musa, ia berkata, “Ayah memanggilmu. Ia ingin memberimu imbalan atas pertolongan yang telah kamu berikan.”
Musa tidak enak dengan tawaran itu, padahal saat itu dia sedang terusir dari negarinya di tengah padang pasir. Ia berkata kepada gadis itu, “Sampaikan pada ayahmu, bahwa orang yang menolongmu tidak menerima imbalan atas kebaikan yang dilakukannya.”
Gadis itu kembali kepada ayahnya dan menceritakan peristiwa itu.
Sang ayah berkata, “Temui dia lagi, katakan padanya, “Anda boleh menerima atau menolak tawaran ayah. Datanglah ke rumah. Ayah ingin melihatmu dan berbicara denganmu.”
Musa memenuhi undangan itu. Sementara sang gadis menjadi penunjuk arah dan berjalan di depan Musa. Angin bertiup dan menyingkap pakaian si gadis, sehingga Musa mengetahui bahwa gadis itu memiliki paras yang sempurna. “Berjalan di belakangku. Beri aku petunjuk jalan menuju rumahmu.”
Sesampainya di depan pintu rumah, Musa berkata kepada gadis itu, “Mintalah izin pada ayahmu agar aku diperkenankan masuk.”
Sang gadis menghampiri ayahnya, dan berkata, “Selain kuat, laki-laki itu juga seorang yang bisa dipercaya.”
“Bagaimana kamu bisa berkesimpulan demikian?” Tanya sang ayah.
Gadis itu menceritakan apa yang di katakan Musa saat angin Menyingkap sebagian kainnya.
“izinkan dia masuk.” Kata sang ayah.
Musa masuk ke dalam rumah. Saat itu, Nabi Syuaib (Sang ayah) telah menyiapkan makanan untuk musa. Musa mengucapkan salam, dan Nabi Syuaib menyambutnya dengan ramah. “Cicipilah makanan ini, wahai pemuda!”
“Aku berlindung kepada Allah,” kata Musa.
“Mengapa?” Tanya Syuaib.
Musa berkata, “Aku berasal dari suatu kaum yang tidak menjual agama kami untuk ditukar dengan uang dinar meski sepenuh bumi.”
Syuaib menjawab, “Tidak begitu. Demi Allah, makanan yang kami suguhkan bukan untuk menukar agamamu. Itu adalah kebiasaanku dan kebiasaan leluhurku ketika menerima tamu, memuliakan tamu dan memberi makan.”
Mendengar itu, musa duduk dan mencicipi makanan yang telah dihidangkan.
Abu Hazim berkata, “Wahai Amirul Mukminin, jika uang-uang dinar itu engkau berikan padaku sebagai upah nasihat yang kuberikan, maka makan bangkai dan darah dalam situasi terpaksa itu lebih aku sukai daripada menerima uang-uang dinarmu.”
(bersambung)
(Sumber: Golden Stories Kisah-Kisah Indah Dalam Sejarah Islam, Mahmud Musthafa Sa’ad & Dr. Nashir Abu Amir Al-Humaidi, Pustaka Al-Kautsar)