ENGKAU itu adalah da’i. Hidup itu dipenuhi banyak momentum bersejarah.
Tak terhitung sejak manusia lahir hingga kematiannya.
Kelahirannya sendiri adalah momentum yang berjalan menuju kematian, sebagai momentum terakhirnya di dunia.
Dari sekian banyak momentum tersebut, setiap orang berbeda-beda pastinya.
Terlebih dalam melihat momentum mana yang paling menentukan dalam mengubah dan membentuk perjalanan hidupnya.
Secara umum bisa diambil kesamaan, pernikahan adalah momentum yang sangat berkesan dan menyejarah dalam kehidupan.
Ya pernikahan, karena inilah peristiwa yang mengantarkan seseorang menjadi dirinya, yang nantinya akan menjadi seorang ayah atau ibu.
Lantas menjadi orang tua, satu peran baru setelah sekian lama menjadi seorang anak.
Dalam dakwah juga demikian pula, mempunyai momentumnya tersendiri.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Berawal dari literasi wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hingga Futuh Makah.
Diantara kedua rentangan ini ada beberapa momentum yang sangat menentukan keberlanjutan bagi eksistensi dakwah.
Diantaranya adalah hijrah dan perang Badar.
Hijrah menjadi titik tolak bagi kebebasan dan kedaulatan.
Sedangkan perang Badar menjadi entry poin bagi pengakuan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai pemimpin politik dan agama.
Dari sini pengokohan Islam sebagai kekuatan yang berdaulat penuh secara politis pun terjadi.
Dalam konteks personal, tentu saja para da’i dan da’iyah juga punya cacatan tentang momentum bersejarahnya sendiri.
Engkau Itu Da’i
Dapat dipastikan ada kesamaan satu dengan yang lainnya.
Momentum itu adalah saat terucap janji dan sumpah untuk membela dakwah bak membela dirinya sendiri bahkan lebih dari itu.
Firman Allah Ta’ala:
وَٱذۡكُرُوا۟ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ عَلَیۡكُمۡ وَمِیثَـٰقَهُ ٱلَّذِی وَاثَقَكُم بِهِۦۤ إِذۡ قُلۡتُمۡ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِیمُۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ
Dan ingatlah akan karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nyayang telah diikatkan kepadamu, ketika kamu mengatakan, “Kami mendengar dan kami menaati.” Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Mengetahui segala isi hati. (QS. Al-Ma’idah: 7).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman mengingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin akan semua nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka dalam syariat yang telah ditetapkan-Nya untuk mereka, yaitu berupa agama Islam yang agung ini; dan Dia mengutus kepada mereka rasul yang mulia, serta apa yang telah diambil-Nya dari mereka berupa perjanjian dan kesediaan untuk berbaiat kepada rasul, bersedia mengikutinya, menolong dan mendukungnya, menegakkan agamanya dan menerimanya, serta menyampaikannya (kepada orang lain) dari dia.
Baca juga: Melek Digital bagi Pendakwah Bukan Lagi Pilihan tapi Keharusan
Janji setia inilah yang dimaksud ketika mereka mengucapkannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saat mereka masuk Islam. Saat itu mereka mengatakan:
“Kami berjanji setia kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mendengar dan menaatinya dalam keadaan kami sedang bersemangat dan dalam keadaan kami sedang tidak bersemangat. Kami mengesampingkan kepentingan pribadi kami dan tidak akan menentang perintah yang dikeluarkan oleh ahlinya.”
Inilah posisi yang tinggi dan mulia. Menjadi pembela panji-panji Allah dan para duat-Nya.
Tidak semua orang diberi-Nya kemuliaan ini.
Ingatlah, itulah momentum yang tak kan terlupakan di sepanjang hayat di kandung badan hingga akhirnya lepas pergi menuju Rabb-nya.
Engkau adalah da’i. Kita semua adalah du’at. Jangan lupakan itu. Jangan dikhianati dan tetaplah berada di jalan ini.
وَٱعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتَّىٰ یَأۡتِیَكَ ٱلۡیَقِینُ
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu” (QS. Al-Hijr: 99).[Sdz]
Sumber: Serambi Ilmu dan Faidah