DARI ksatria Kafir menjadi ksatria Islam. Hal ini menjadi bukti bahwa hidayah Allah memang rahasia dan tidak ada yang bisa memaksakan, bahkan seorang ayah terhadap anak pun tak berdaya.
Inilah kisah Abdurrahman bin Abu Bakar. la merupakan gambaran nyata kepribadian orang Arab dengan segala sisi dan dimensinya.
Baca Juga: Cerita di Balik Karya Para Penulis Pustaka Al-Kautsar
Dari Ksatria Kafir Menjadi Ksatria Islam
Ketika ayahnya menjadi orang mukmin pertama dengan keimanan yang tiada duanya hingga dijuluki “ash-Shiddiq” dan ketika ayahnya menjadi teman pendamping Rasulullah di Gua Tsur, Abdurrahman tetap kukuh dengan agama kaumnya tetap kukuh dengan berhala-berhala Quraisy.
Di Perang Badar, ia berperang di barisan tentara kafir Quraisy. Di Perang Uhud, ia mengepalai pasukan panah yang dipersiapkan Quraisy untuk menggempur kaum muslimin. Sebelum kedua pasukan itu bertempur, seperti biasa, dilakukan duel satu lawan satu.
Abdurrahman tampil ke depan dan menantang duel siapa pun dari tentara Islam yang berani melawannya. Tantangan itu langsung disambut ayahnya (Abu Bakar ash-Shiddiq). Tetapi, Rasulullah melarang Abu Bakar duel dengan anaknya.
Ciri yang paling menonjol bagi orang Arab sejati adalah kesetiaan yang tidak bisa ditawar-tawar terhadap apa yang ia yakini kebenarannya.
Jika ia telah meyakini kebenaran suatu agama atau satu pemikiran, maka ia rela diperbudak oleh keyakinannya itu. Sangat sulit untuk lepas, kecuali jika ada keyakinan baru yang memenuhi pikiran dan jiwanya tanpa ada rekayasa dan tipu muslihat.
Meskipun Abdurrahman sangat hormat kepada ayahnya, percaya akan kematangannya dalam berpikir, kebesaran jiwa, dan kemuliaan akhlaknya, namun kesetiaannya terhadap keyakinannya tetap mengalahkan semua itu.
Keislaman ayahnya sama sekali tidak menggodanya untuk mengikuti jejak sang ayah la tetap bergeming dari pendirian dan keyakinannya: menyembah tuhan-tuhan Quraisy dan berperang di bawah panji para berhala untuk memerangi kaum muslimin.
Orang-orang kuat sejati seperti ini, pasti akan mengetahui kebenaran meskipun dibutuhkan waktu yang lama. Pada akhirnya, hati nurani mereka akan membimbing mereka pada kebenaran, petunjuk dan kebajikan.
Di suatu hari yang telah ditentukan, berdentanglah lonceng tanda kelahiran baru bagi Abdurrahman bin Abu Bakar. Cahaya petunjuk telah menerangi jiwanya, membersihkan semua noda dan kepalsuan yang diwariskan agama jahiliah.
Ia melihat padahal yang Maha Esa ada di semua benda yang berada di sekitarnya. la melihat hidayah Allah telah menaungi dirinya. la melihat dirinya telah menjadi muslim. Maka, ia segera bangkit dan bergegas menemui Rasulullah untuk masuk Islam.
Wajah Abu Bakar langsung berbinar melihat: putranya sedang menyatakan keislamannya di depan Rasulullah. Sewaktu masih kafir, ia seorang kesatria dan kini ia masuk Islam secara kesatria.
Ia masuk Islam bukan karena kepentingan duniawi yang ingin ia capai, dan bukan karena takut kepada kekuatan Islam yang semakin besar, melainkan karena ia telah yakin akan kebenaran Islam. Semua itu berkat hidayah Allah.
Mulai saat itu, Abdurrahman berusaha menyusul ketertinggalannya selama ini. la mencurahkan semua kemampuan dan hidupnya untuk kepentingan Allah, Rasul-Nya dan kaum muslimin. Baik di masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat, Abdurrahman tidak pernah absen dari satu perang pun.
la berjasa besar di Perang Yamamah. keteguhan dan keberaniannya memiliki peran besar terhadap kekalahan pasukan Musailamah dan orang-orang murtad.
Bahkan, dialah yang menghabisi nyawa Mahkam bin Thufail, yang menjadi otak perencana bagi Musailamah dan sebagai kepala pasukan pelindung benteng percahanan utama pasukan Musailamah.
Dengan jatuhnya Mahkam dan kocar-kacirnya pasukan utama, ‘benteng terakhir itu terbuka, dan pasukan Islam bisa masuk dengan leluasa.
Dalam pangkuan Islam, nama Abdurrahman semakin harum dan cemerlang. la setia pada keyakinannya, memiliki tekad kuat untuk mengikuti keyakinan yang dianggapnya benar dan tidak suka berpura-pura serta mengambil muka. Semua sifat ini tetap menjadi kepribadian dan prinsip hidupnya.
la tidak pernah meninggalkannya karena godaan atau ancaman, bahkan di saat yang sangat gawat.
Inilah seorang pemuda dengan karakter yang kuat. Memegang teguh apa yang diyakininya. [Cms]
Sumber : Biografi 60 Sahabat Nabi, Penerbit Al Itihsom