ChanelMuslim.com – Cinta Abadi Itu Bersemi di Kala Susah
Ajaib memang. Tidak semua orang bisa merasakan itu. Merasakan seperti yang dirasakan dua sahabat ternama selevel Muadz bin Jabal dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Tak seorang pun di zaman ini yang bisa menyamai kesalehan mereka.
Keduanya terjebak dalam daerah wabah yang menakutkan. Satu per satu yang sehat jatuh sakit. Dan satu per satu pula, yang sebelumnya sakit harus dimakamkan. Fantastis, sekaligus menakutkan. Seperti itulah kira-kira suasana horor yang tergambar dalam wabah pes mematikan yang terjadi di kawasan Suriah dan sebagian Palestina saat itu.
Baca Juga: Agar Hubungan Asmara Suami Istri Kembali Bersemi
Cinta Abadi Itu Bersemi di Kala Susah
Padahal, kawasan itu dan sebagian besar jazirah Arab baru saja dilanda masa kemarau panjang. Hampir satu tahun tak turun hujan. Tanah Arab yang memang kering kian tandus diberangus terik. Hampir semua tumbuhan mati. Taka da penghasilan untuk mereka yang bercocok tanam. Dan tak ada buah dan sayur untuk semua warga Arab.
Sang Gubernur Suriah, Abu Ubaidah bin Jarrah, sempat terusik sesaat setelah Umar dan rombongan yang sudah tiba di perbatasan memutuskan untuk kembali ke Madinah. “Apakah kalian takut dengan wabah, padahal Allah sudah menakdirkan kematian untuk kita?” seperti itulah kira-kira yang diucapkannya.
Boleh jadi, hal itu terlontar sebagai ungkapan cinta dan tanggung jawab seorang pemimpin yang rakyatnya terjebak dalam kesusahan. Dan di antara mereka ada sahabat-sahabat Rasulullah saw. yang sudah dikenal luas. Di antara mereka ada Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, Yazid bin Abu Sufyan, dan lainnya. Pasukan Khalid bin Walid pun masih bersiaga di kawasan Suriah untuk menghadapi serangan balasan Bizantium Romawi.
Terasa berat ungkapan keprihatinan Abu Ubaidah dirasakan Umar. Ia pun berujar, kita berikhtiar untuk memilih takdir yang satu dari takdir yang lain. Dan benar saja, Abdurrahman bin Auf menyampaikan hadis Rasulullah saw. yang pernah ia dengar. Bahwa, jika kalian berada di daerah wabah, janganlah kalian keluar dari sana, dan jangan masuk kedalam jika masih di luar.
Keraguan Umar atas keputusan itu pun sirna demi mendapati hadis Nabi yang disampaikan Abdurrahman bin Auf itu. Alhamdulillah, keputusanku sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi saw. Begitu kira-kira ungkapan sang Amirul Mukminin.
Kini, tinggallah Abu Ubaidah melepas kepergian rombongan Umar kembali ke Madinah. Rombongan yang semula ia rasakan seperti pertolongan dan energi baru untuk keselamatan rakyatnya di Amwas, Suriah.
Sang Gubernur tidak patah semangat. Ia tidak menyesali keputusan atasannya itu. Ia dan rombongannya kembali ke Suriah untuk menemui para sahabat dan rakyat Suriah. Ia dapati para sahabat ternama di sana masih dalam ketegaran dan kesabaran.
Tak seorang pun dari mereka yang ingin keluar dari wilayah Amwas itu. Mereka memupus semua was-was dan mengikis keinginan untuk evakuasi diri dan keluarga untuk meninggalkan Suriah.
Satu per satu dari mereka sakit dan kemudian wafat. Mereka ridha dengan keadaan itu. Mereka teringat pesan Nabi saw., wabah itu azab untuk orang kafir, dan rahmat (cinta) untuk orang mukmin. Siapa pun yang mati dalam keadaan wabah, ia mati dalam keadaan syahid.
Tak ada musuh yang menyerang mereka saat itu, walaupun kawasan itu merupakan perbatasan antara kekuasaan Islam dan Romawi. Boleh jadi, Romawi memahami betul keadaan wabah mematikan di daerah itu sehingga mereka tak berani menyentuh kawasan itu.
Kematian terjadi hampir tiap hari. Setiap ada kematian, kian tinggi rasa cinta mereka kepada Allah swt. Seolah, mereka sedang dalam antrean panjang di sebuah pintu menuju Ar-Ridho, menuju tempat mulia di sisi Allah. Tempat yang menjadi persinggahan mereka untuk berjumpa Rasulullah saw. dalam surga.
Kembali kematian menjemput satu per satu sahabat dan keluarga mereka. Kesibukan para mujahid dan keluarganya seperti berpindah dari perang melawan Romawi menjadi perang melawan hawa nafsu mereka sendiri. Nafsu yang boleh jadi menggiring mereka kepada putus asa.
Tibalah giliran kematian untuk sahabat-sahabat mulia nabi saw. Di antara mereka ada Muadz bin Jabal, Yazid, Suhail, hingga sang gubernur sendiri, Abu Ubaidah bin Jarrah beserta keluarga besar mereka. Sejarah mencatat, tidak kurang dari 25 ribu umat Islam wafat dalam wabah itu.
Allah swt. seperti menganugerahkan alam lain saat kematian kian jelas melambaikan tangan kepada mereka. Dan, lambaian itu mereka sambut dengan suka cita. Betapa tidak, mereka seperti digiring dari sebuah alam fana menuju alam abadi yang menenangkan, alam yang memberikan kepastian cinta dan ridha Yang Maha Cinta dan Sayang untuk mereka semua.
Firman Allah swt. yang sudah mereka hafal seperti hadir dan turun kembali untuk mereka semua.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30)
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30)
(Mh)