DEPRESI sering kali dianggap sebagai tanda seseorang kurang iman, sehingga banyak yang mengaitkan bahwa seseorang yang mengalami gangguan mental karena memiliki tingkat religiusitas yang rendah atau tidak sama sekali.
Hingga muncul seruan untuk mengobati depresi hanya dengan meningkatkan ibadah dan penyembahan kepada yang Maha Kuasa, tanpa mempertimbangkan pendampingan psikologis.
Vicky Fitrarullah, Co-Founder Satu Persen mengatakan bahwa depresi adalah kondisi ketika seseorang merasa sedih, hampa, bahkan kehilangan keinginan untuk berkegiatan yang terjadi secara konsisten.
Sebuah review yang dilakukan oleh Almeida, Neto dan Koening terhadap 850 riset dengan tema Religiousness and Mental Health menunjukkan bahwa orang yang lebih religius memiliki keadaan psikologis yang lebih baik dibandingkan orang yang tingkat religiusitasnya rendah.
Selain itu, orang yang lebih religius juga punya lebih sedikit simptom depresi dan lebih jarang menyalahgunakan obat terlarang.
Baca Juga: 7 Penyebab Depresi Pasca Persalinan
Benarkah Depresi Tanda Kurang Iman?
Yang perlu dipahami dari review yang mereka lakukan adalah keterlibatan seseorang terhadap agamanya.
Seseorang dikatakan terlibat dalam agama bisa karena beberapa hal berikut:
1. Seberapa sering ia mengikuti ritual agama?
2. Seberapa penting nilai-nilai agama dihidupnya?
3. Motif seseorang melakukan itu semua untuk apa?
Bisa saja seseorang sering shalat ke masjid tapi tidak memahami apa tujuan dari yang ia lakukan atau bisa jadi karena ia terpaksa melakukannya. Namun demikian, sikapnya tersebut terhitung dalam keterlibatan dalam agama.
Dari review tersebut bisa disimpulkan bahwa seseorang dengan religiusitas yang tinggi memiliki kesehatan mental yang lebih baik daripada orang dengan religiusitas yang rendah.
Namun belum bisa disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki kesehatan mental yang baik karena ia religius.
Seorang Ilmuwan Psikologi Fakhirah Inayaturrobani, mengatakan bahwa banyak sekali hal lain selain keimanan yang perlu diperiksa berkaitan dengan permasalah depresi ini, termasuk genetik, kepribadian, pola asuh, lingkungan dan cara menghadapi stress.
Iman tidaklah konstan, karena iman kadang naik dan turun, Fakhirah juga mengatakan, “Iman juga bukan bilangan diskrit. Bukan Ada vs Tidak Ada. Iman seperti gelombang, kontinum, dan terus menerus berfluktuasi,” ungkapnya.
Ibarat seseorang yang mengalami penyakit fisik seperti tipes, jika hanya disuruh yakin dan tawakkal kepada Allah maka penyakit tersebut tidak akan terangkat. Seseorang butuh usaha untuk mengobati penyakitnya, termasuk gangguan mental.
Meminta pertolongan kepada ahli seperti psikolog atau psikiater adalah bagian dari usaha yang merupakan arahan dari Allah. Ini tentunya tidak sama dengan menyekutukan Allah karena meminta pertolongan kepada selain-Nya.
Iman dan ketaatan kepada Allah bisa menjadi faktor protektif jika seseorang memahami agamanya dengan baik dan beramal sesuai dengan aturan syariat.
Lalu apa jawaban dari “Benarkah Depresi Tanda Kurang Iman?” Bisa iya, dan bisa tidak. [Ln]