ChanelMuslim.com- Para ulama sepakat wanita haid dan nifas diharamkan shalat baik shalat wajib ataupun shalat sunnah. Akan tetapi, meski demikian, ada beberapa amalan yang masih bisa dilakukan seorang wanita agar tetap diberikan pahala.
Lantas apa saja yang bisa dilakukan?
Dikutip dari Umi Farikhah Abdul Mu’ti dalam bukunya “Panduan Praktis Wanita Haid” ada beberapa perkara yang boleh dilakukan perempuan yang sedang haid. Di antaranya:
Membaca Al-Qur’an
Pendapat terkuat di kalangan para ulama adalah diperbolehkan bagi seorang yang berhadas besar (seperti junub haid dan nifas) ataupun orang yang berhadas kecil untuk membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menegaskan, “Pendapat ini merupakan pendapat Abu Hanifah dan pendapat masyhur di kalangan madzab Syafi’i dan Ahmad.” (Majmu’, 21/459).
Hal ini berdasarkan beberapa dalil berikut: Tidak adanya dalil shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wasallam yang melarang orang yang berhadas untuk membaca Al-Qur’an.
Semua hadits yang menyebutkan larangan di atas adalah hadits lemah sehingga tidak bisa dijadikan sandaran.
Nabi memerintahkan ‘Aisyah radiallahu anha, tatkala beliau sedang haid,
“Lakukanlah apa saja yang dilakukan orang haji kecuali tawwaf di Ka’bah.” (HR. Bukhari No. 650)
Suatu yang diketahui bersama bahwa orang yang haji itu pasti berzikir dan juga membaca Al-Qur’an. (Shahih Fiqih Sunnah, 1/146).
Baca Juga: Hukum Tayamum untuk Mandi Wajib
Dzikir dan Doa
Terdapat hadits sahih dari Aisyah radiyallahu anha,
“Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wasallam berdzikir kepada Allah di setiap keadaan.” (HR. Muslim No. 373)
Juga adanya perintah Nabi kepada para wanita haid untuk keluar di hari Idul Fitri,
“Hendaknya mereka para wanita berada di belakang orang-orang (yang sedang shalat Id) kemudian bertakbir dengan takbir mereka dan berdoa dengan doa mereka.” (HR. Bukhari No. 971 dan Muslim No. 890).
Dalil-dalil di atas menunjukkan wanita haid diperbolehkan untuk berdoa dan berdzikir.
Mendatangi majelis ilmu yang diadakan di tempat selain masjid
Wanita haid diperbolehkan mendatangi majelis ilmu atau majelis tahhfidzul Qur’an yang diadakan di rumah, sekolah dan tempat lainnya selain masjid.
Sebagian ulama berpendapat wanita haid tidak diperbolehkan menetap di masjid. Keluar dari khilaf ulama adalah bentuk kehatihatian. Allahu a’lam.
Sujud Tilawah
Wanita haid diperbolehkan sujud tilawah, yaitu sujud ketika membaca ayat sajadah berdasarkan dalil shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari No. 4862
bahwasanya suatu ketika Nabi `membaca surat An Najm kemudian beliau sujud tilawah sementara kaum muslimin, orang musyrik dari golongan jin dan manusia ikut bersujud.
Sujud tilawah tidaklah sama dengan sujud ketika shalat. Pada sujud tilawah tidak disyaratkan bersuci terlebih dahulu. (Shahih Fiqh Sunnah, 1/214).
Bercengkrama dengan Suami selain Jimak
Wanita haid boleh bercengkrama dengan suaminya selama bukan jimak seperti makan minum bersama suami, melayani suami, tidur bersama suami dalam satu selimut, dll.
Dari ‘Aisyah radiyallahu anha beliau berkata,
“Aku pernah minum sementara aku sedang haid kemudian aku serahkan (minman tersebut) kepada Nabi. Beliau pun meletakkan mulutnya di tempat aku minum kemudian beliau meminumnya.
Aku menggigit daging dengan gigiku sementara aku sedang haid kemudian aku menyerahkannya kepada Nabi lalu beliau meletakkan mulutnya di bekas gigitanku.” (HR. Muslim No. 300).
Baca Juga: Hukum Jimak Setelah Selesai Haid Tapi Belum Mandi Wajib
Memotong Kuku dan Rambut
Wanita haid diperbolehkan memotong kuku dan rambut. Tidak ada kewajiban untuk mengumpulkan bekas potongannya.
Tidak ada dalil yang melarang wanita haid memotong kuku dan memerintahkan untuk mengumpulkan bekas potongannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah ditanya tentang permasalahan ini dan beliau menjawab, “Terdapat hadits shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wasallam,
diriwayatkan oleh Hudzaifah dan dari Abu Hurairah, tatkala Beliau menjelaskan tentang seorang yang junub, beliau mengatakan,
“Jasad seorang mukmin tidaklah najis.”
Dalam Shahih Al Hakim disebutkan,
“Baik hidup ataupun saat mati.”
Saya tidak mengetahui dalil syar’i yang memakruhkan potong rambut dan kuku saat junub (ataupun saat haid-pen). Bahkan sebaliknya Nabi bersabda kepada orang yang baru masuk Islam,
“Buanglah rambut yang menyertaimu selama masa kekafiran darimu dan berkhitanlah.” (HR. Abu Dawud No. 356 dan di nilai hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwaul Ghalil (1/120)).
Kemudian setelah itu beliau memerintahkan orang tadi untuk mandi. Beliau tidak memerintahkan agar khitan dan memotong rambut ditunda setelah mandi.
Dari sabda beliau ini menunjukkan kedua hal tersebut boleh dilakukan.
Mandi dulu atau potong rambut dulu.
Demikian juga wanita haid diperintahkan untuk menyisir rambut saat mandi sementara sisiran rambut itu bisa merontokkan rambut.” (Majmu’ Fatawa, 21/120-121).
Yang dimaksud Syaikhul Islam dengan menyisir rambut bagi wanita haid adalah hadits Aisyah radiallahu anha saat menunaikan haji Wada’.
Beliau mengalami haid. Maka Nabi ` bersabda kepada Aisyah radiallahu anha,
“Urailah kepangan rambutmu dan bersisirlah, mulailah untuk ibadah haji dan tinggalkan ibadah umrah.” (HR. Bukhari No. 1556 dan Muslim No. 1211) Para ulama syafi’iyyah mengatakan dalam Tuhfatul Muhtaj (4/56),
Dalil dari mazhab ini menunjukkan wanita haid boleh melakukannya (yaitu potong kuku, mencukur bulu kemaluan dan mencabut bulu ketiak).
Sahabat Muslim, itulah beberapa amalan yang bisa dilakukan saat wanita haid sehingga ia tetap mendapatkan pahala yang akan selalu mengalir.[Ind/Wld].