MENGENAI kohesi, kelekatan cinta dan kasih sayang antara suami istri yang dijelaskan oleh Ustaz Cahyadi Takariawan bahwa Islam telah memberikan pondasi yang kokoh agar suami dan istri selalu berusaha untuk membangun kehidupan yang harmonis serta bahagia.
Keharmonisan keluarga ditentukan oleh sangat banyak hal, di antaranya adalah ukuran kelekatan atau kohesivitas antara suami dan istri.
Di antara fondasi untuk membangun kohesi antara suami dan istri itu tersebut dalam firman Allah:\
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS. An-Nisa : 19).
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Ayat لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًا “la yahillu lakum an taritsu nisa-a karha” terkait dengan kebiasaan sebahagian masyarakat Arab Jahiliyah.
Pada masa itu, apabila seorang lelaki meninggal dunia, maka anak tertua atau anggota keluarga yang lain berhak mewarisi jandanya. Janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris atau tidak dibolehkan kawin lagi.
Dalam kitab tafsirnya Al-Qurtubi menjelaskan, maksud ayat ini adalah menghilangkan adat kebiasaan jahiliyah dan bahwa wanita tidak boleh dijadikan seperti harta yang dapat diwarisi dari suaminya. Sedangkan Ibnu katsir menjelaskan, ayat ini mencakup berbagai kebiasaan masyarakat jahiliyah tersebut.
Sedangkan ayat وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ “wala ta’dhulu hunna” Allah Ta’ala mengarahkan pembicaraan kepada para suami yang berlaku jelek, kasar atau zhalim terhadap istrinya.
Maksudnya adalah seseorang memiliki istri yang ia tidak sukai padahal sudah diberikan mahar, lalu ia susahkan wanita itu agar mau menebus dirinya dengan mahar tersebut.
Kohesi, Kelekatan Cinta dan Kasih Sayang Antara Suami Istri
Demikian dikatakan Adh-Dhahak dan Qatadah serta Ibnu jarir.
Pada penggalan ayat وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ “wa asyiru hunna bil ma’ruf” Allah memerintahkan para suami untuk bergaul secara baik dan patut dengan istri (mu’asyarah bil ma’ruf).
Kata al-ma’ruf artinya segala sesuatu yang dimaklumi atau dikenali kepatutan, kebaikan atau kebenarannya, menurut aturan Allah dan Rasul-Nya, maupun ukuran kemanusiaan dan masyarakat pada umumnya.
Para ulama memahami kalimat “wa asyiru hunna bil ma’ruf” sebagai perintah untuk berbuat baik kepada istri yang dicintai ataupun tidak dicintai. Kata ma’ruf mencakup tidak mengganggu, tidak menyakiti, tidak memaksa, tidak berlaku kasar, dan selalu berbuat baik kepada istri.
Dalam kitab tafsirnya Ibnu Katsir menjelaskan, “Baguskanlah perkataan kalian kepada istri kalian, perbaikilah tingkah laku dan penampilan kalian sebatas kemampuan kalian. Sebagaimana kalian senang istri kalian berlaku seperti itu, maka berlakulah seperti itu pula.
Baca juga: Ketika Suami Istri Mulai Saling Curiga
Hal ini sesuai dengan firman-Nya, “Bagi istri berhak mendapat kebaikan seperti kewajibannya” dan sabda Nabi, “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya. Dan akulah yang terbaik terhadap istri”.
Selanjutnya, Allah mengarahkan, jika suami mendapatkan sesuatu yang tidak disukai pada istrinya dan sangat membenci hal itu serta tidak nyaman dekat dengannya, namun dia tidak melakukan perbuatan keji dan nusyuz, maka hendaknya ia bersabar atas hal tersebut, sebab bisa saja ini merupakan sesuatu yang baik baginya.
Ayat ini mengarahkan para suami agar selalu fokus melihat sisi kebaikan sang istri, dan bisa toleransi atas kekurangan dan kelemahan yang dimiliki istri.
Dengan cara ini, kelekatan akan lebih mudah didapatkan.[Sdz]