SIAPA yang paling disayang? ALUNG. Anak sulung. Jawab adiknya cemberut, sambil melipat sarung kotak-kotak lusuhnya. Maklum, siang malam dipakai ke surau dan juga ketika sholat tahajud.
Berbeda dengan abang sulung yang santai dan malas-malasan, sore menjelang magrib masih asyik main gitar, bahkan siang pun enggak pulang untuk sekadar makan siang.
Kerjanya nongkrong nongkrong saja gangguin anak gadis lewat.
Senangnya duduk-duduk di warung malakin anak sekolahan yang kebetulan ada dua sekolahan dekat warung dan satu sekolah perawat.
Semua yang lewat warung mang Udin takut dengan si abang sulung.
Bahkan tagihan di warung mang Udin membuat ibu ketar ketir dan susah hati.
Total bulan ini mencapai Rp25 juta. Bagaimana cara ibu membayar utang itu semua?
Tapi karena ibu sangat sayang pada Alung, maka ibu selalu membayar dengan susah payah dan ibu kerap mendoakan Alung sampai tertidur di atas sajadah sibuk meratap pada Allah agar Abang sulung anak pertamanya berubah.
Sementara adik kembali ke mushola dan mengaji dengan suara lembut. Sedikit sedih. Ibu nampak lupa padanya bahkan tak terdengar namanya dalam doa-doa ibu.
Lama-lama adik menjadi kesal dan berfikir untuk apa bangun pagi-pagi bantu ibu lalu ke mesjid sholat subuh, ibu tak pernah juga mengucapkan terima kasih, ibu hanya sedih saja memandang pintu kamar abang yang selalu tertutup ketika adzan subuh berkumandang dan meratapi abang yang tak kunjung bangun subuh.
Maka adik mulai malas-malasan ke masjid berharap perhatian ibu. Tapi ibu tahu, adik walau tidak ke mesjid pasti masih sholat di dalam kamar, beda dengan abangnya yang sangat tak peduli dengan waktu sholat.
Lama-lama adik berubah sedikit sedikit bahkan berfikir untuk bandel sama kayak abangnya agar ibu lebih memperhatikan dia. Mendoakan si adik.
Lama lama adik bahkan tidak mau sholat Jumat. Bahkan mulai meninggalkan sholat lima waktunya.
Tiba-tiba pada suatu sore, entah karena bosan dengan keburukan yang dilakukan, si abang termenung di warung dan ketika suara adzan Magrib berkumandang, abang merenung dan mulai menangis, mengikuti suara adzan abang sulung ke surau mencari adiknya. Ingin menanyakan cara berwudhu, adik tak kunjung datang, perlahan abang mengikuti orang-orang yang berwudhu dan abang mulai ikut sholat berjamaah di mesjid.
Cess, rasanya seperti disiram air es, selesai sholat abang terduduk menangis terisak-isak dan meratapi semua dosa dosanya …
Baca juga: Doa Ibu yang Mengubah Nasib Anak
Siapa yang Paling Disayang
Mashaa Allah, doa ibu mengguncang langit, disampaikan langsung oleh Malaikat dan Allah Subhanahu wa taala telah perkenankan doa ibu. Abang dapat Hidayah. Abang hijrah. Abang tak mau lagi buat dosa. Abang menyesali perbuatannya.
Sementara sang adik semakin menagih perhatian ibu dan mulai asyik main gitar dan nongkrong di tempat abangnya dulu menghabiskan waktu dengan sia-sia.
Itulah kekuatan doa. Dan kepandaian kita sebagai ibu me-manage doa.
Harus adil dalam berdoa.
Jangan yang buruk-buruk saja yang kita doakan, sementara yang sudah baik kita lupakan.
Harusnya yang belum baik kita doakan agar berubah dan yang sudah baik kita doakan agar Istiqomah.
Seringkali seorang guru dalam sebuah kelas hanya memperhatikan anak yang nakal yang tidak bisa apa-apa, waktunya habis di situ, sementara anak yang mandiri dan pandai malah kurang diperhatikan, didiamkan, dibiarkan bekerja sendiri. Tanpa perhatian.
Mari bersikap adil agar ketidakadilan itu tidak membuat hati kita hampa sebelah.
Wallahu a’lam.
Saya yang masih terus belajar dari fenomena yang ada di sekitar saya.
𝑭𝒊𝒇𝒊. 𝑷. 𝑱𝒖𝒃𝒊𝒍𝒆𝒂 𝑺𝑬, 𝑺.𝑷𝒅, 𝑴.𝑺𝒄 , 𝑷𝒉.𝑫 (𝑶𝒌𝒍𝒂𝒉𝒐𝒎𝒂, 𝑼𝑺𝑨)
Founder of Jakarta Islamic School
“𝗠𝗲𝗻𝗱𝗶𝗱𝗶𝗸 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗖𝗮𝗿𝗮 𝗜𝗯𝘂”
Further Information:
0811-1277-155 ( Fullday)
0899-9911-723 (Boarding)