ChanelMuslim.com – Dulu ada masa dimana aku kesal melihat anak-anak lelaki pipis tidak digulung celananya. Nanti kan celananya itu menempel cipratan air pipis.
Lalu naik ke masjid dan shalat pakai sajadah pula. Lalu sajadah masjid dipakai pula sama orang dewasa.
Jawaban simpel yang bikin kesal adalah gulung sajadahnya dan masjid nggak usah pakai sajadah. Bahkan anak-anak nggak boleh ke masjid atau anak-anak nggak usah shalat. Toh, masih anak-anak.
Aku dengan garang, “Bukan begitu caranya, Ustaz!”
Anak-anak tetap shalat, sajadah tetap di masjid, tapi ajarkan anak-anak disiplin. Ketika pipis, gulung celana panjang ke lutut. Jadi nggak kecipratan. Lalu suruh toharoh yang benar.
Disiplinkan anak. Anaknya diajarkan bukan shalatnya yang dilarang. Anaknya diajarkan bukan sajadahnya digulung.
Ini cuma contoh bagaimana kami pendidik di sekolah harus wajib mendisiplinkan anak-anak.
Akhir-akhir ini ada anekdot lucu sih tentang dua anak yang tukar-tukaran masker kalau masuk sekolah karena yang satu hello kitty mau ditukar dengan masker gambar sipderman. Ambyar deh. Aku ketawa geli dan bodoh.
Ingat lho epidemik ini mungkin masih 2 tahun bahkan selamanya, kayak SARS, HIV, dan DBD kan sampai sekarang tetap ada. Sejak aku SD, SMP, bahkan ketika SMU aku kena DBD.
Lahiran anak ke-2, aku hampir meninggal karena DBD. Murid sekolahku yang jago tahfidz pun kena DBD dan meninggal. Alfatehah for my beloved young man.
Jadi, tetap virus itu. Apakah virus covid-19 sekarang akan habis atau ada terus? Kuduga akan ada terus. Jadi kuduga pemakaian masker akan ada terus.
Yang dilakukan jadi apa? Anak nggak sekolah bertahun-tahun gara-gara takut tukaran masker? Atau anak-anak didisiplinkan, diajarkan, dan dikasih tahu?
Kurasa anak menurut kok dan nggak sebodoh yang dipikirkan orang dewasa pencetus anekdot itu.
Anak di China, Japan, dan Korea saja pada tahu dan menurut. Jalan satu-satu, nggak pegangan, nggak berkerumun apalagi tukaran masker. Masa kita nggak bisa kayak mereka?
Anak tuh diajarkan, diajak bicara, dimotivasi, dan didisiplinkan bukan malah sekolah ditutup bertahun-tahun sampai virus hilang. Apalagi cuma takut engap gara-gara masker. Masak nggak sekolah-sekolah?
Ingat lho di Syria ada 5 tahun lost gap pendidikan anak. Anak usia 17 tahun harus belajar pelajaran kelas 5 SD. Mau anak kita kayak begitu?
Virus nggak akan hilang. Kalau hilang satu putaran akan timbul putaran kedua. Kalau di negeri kita biidznillah hilang pun, nanti muncul lagi dengan datangnya turis luar negeri dan menyebar lagi deh. Begitu saja terus sampai vaksin yang dijanjikan tapi nggak jelas itu datang. Entah kapan.
Aku nggak pesimis biasa saja, semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Malah bagus hidup ada masalah jadi kita dilatih berpikir dan kreatif serta dekat pada Allah dan sesama. Ada care dan bonding karena cobaan yang sama.
Yang aku nggak merasa pas adalah sikap pesimis dan mengenyahkan satu problem dengan create another problems.
Ingat lho, aku sih setuju saja anak-anak dirumahkan dulu. At least 6 bulan lagi tapi yang jelas sampai kapan. Walau akhirnya harus sekolah dengan protokol dari pemerintah yang tentunya biaya operasional akan tinggi. Enaknya sekolah negeri dapat subsidi. Mudah-mudahan yang swasta juga dapat.
Maka kurasa andai anak-anak sekolah di waktu kapan pun tetap harus pakai masker. Latih dari sekarang dan jangan terlalu ketat. Jangan berlari dan terengah-engah. Jangan pegang mata. Jangan bla bla bla, ajarkan, dan motivasi.
Mereka juga nggak bodoh kok untuk memahami. Kan mereka juga merasakan nggak enaknya nggak sekolah dan nggak kemana-mana. Mereka kan subjek, pasti mereka akan mendenger dengan cermat. Mereka juga takut lah.
Pasti mereka akan mendengarkan. Libatkan saja anak dan ingatkan bahwa ini akan jadi masalah mereka seterusnya sampai mereka dewasa.
Ini baru permulaan. Sekarang masih ada kita yang melindungi. One day mereka harus melindungi diri sendiri dari masalah apapun .
Ajarkan anak mengatasi masalah bukan malah menjauhi masalah.
Karena masalah akan selalu ada sampai kapan pun.
Maaf kalau ada yang tersinggung. Ini pendapat saya saja. Saya sih tetap akan mengajarkan anak-anak memakai masker sampai kapan pun. Walau sudah masuk sekolah sekali pun. Mungkin sampai 2 tahun ke depan dan seterusnya. Covid 2 atau 3 bolak-balik dan seterusnya.
Maka ajarkan barangmu, makananmu, minumanmu, dan maskermu adalah milikmu.
Walau jauh dari Islam ya. Hehe dan huhuhu. Nggak ada deh sharing and caring, nggak ada deh makan nampan berama- rama, nggak ada deh salaman dan cium tangan lagi. Demi masalahat bersama. Tak ap-apa tapi tetap harus realistis.
Anak-anak harus kembali ke sekolah, bersosialisasi, dan hidup normal sebagaimana seharusnya manusia itu makhluk sosial serta wajib bergaul di muka bumi ini. Jangan jadi individualis dan jadi ‘generasi mager forever’.
Hati-hati punya anak dan cucu yang mager forever. Sudah tua lebaran pada nggak ada yang menengok kita.
Think further! Aku sih nggak siap. Nggak siap panda-panda manjaku jadi ahli lengos. Master of lengos (MsL); dipanggil ngelengos terus asik dengan gadget. No way!
By; JISc, JIBBS, atau JIGSc. Jakarta Islamic School s Principal.
(Fifi P. Jubilea, SE., Spd., Msc, PhD.)
Allah berfirman, “Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al Furqon: 2)
Website:
https://ChanelMuslim.com/jendelahati
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-talk/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jakartaislamicschoolcom
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
https://www.instagram.com/fifi.jubilea/
Twitter: