UMBAR derita di sosial media ini ditulis oleh Uttiek M. Panji Astuti atau yang dikenal dengan @uttiek.herlambang, seorang jurnalis dan juga travel writer.
Dalam laporan berjudul Digital 2021: The Latest Insights Into The State of Digital, disebutkan bahwa dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 170 juta di antaranya telah menggunakan media sosial. Angka penetrasinya sekitar 61,8 persen.
Media sosial yang paling populer bagi orang Indonesia adalah WhatsApp. Rata-rata mereka menggunakannya selama 30,8 jam per bulan, kemudian Facebook dengan 17 jam per bulan, dan Instagram dengan 17 jam per bulan.
TikTok menyusul di urutan keempat dengan rata-rata waktu penggunaan 13,8 jam per bulan, kemudian Twitter di posisi kelima dengan 8,1 jam per bulan. [Kompas, 24/2].
Riset yang sama menyebutkan rata-rata orang Indonesia memiliki 10 akun media sosial per orang! Dan unggahan terbanyak adalah mengungkap kehidupan pribadi.
Mengapa orang memilih curhat di media sosial? Karena karakter media sosial yang bisa memberikan respons dengan cepat, berupa like dan komen.
Validasi eksternal berupa ungkapan simpati atau dukungan sampai popularitas adalah hal yang mungkin dikejar mereka yang gemar berkisah tentang hal privatnya di media sosial.
Padahal menurut Ryan Martin, profesor psikologi di University of Wisconsin-Green Bay, yang mengamati efek pelepasan emosi di media sosial, menyebutkan bahwa setelah melampiaskan emosinya, bukanya mereda, orang malah cenderung lebih emosi lagi.
Baca Juga: Mencari Pahala di Sosial Media
Umbar Derita di Sosial Media
Sementara menurut John Suler, pakar psikologi dari Rider University, keluhan-keluhan yang dilontarkan di media sosial bisa berujung pada emosi negatif lain di kemudian hari, seperti rasa malu dan bersalah.
View this post on Instagram
Mereka yang gemar curhat di media sosial adalah orang-orang dengan need succorance atau memiliki kebutuhan untuk diperhatikan dan disayang. Tak masalah sekalipun yang diumbar itu adalah aib.
Dengan kata lain, mereka berharap orang yang bersimpati dan merasa kasihan padanya akan membantu.
Bagaimana cara manusia paling mulia mengurai masalahnya?
Di saat prihatin dengan kondisi umat di sekitarnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memilih untuk tahannuts atau menyendiri.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam terbiasa melakukan tahannuts dan menyendiri selama 10 hari, bahkan sampai jangka waktu sebulan.
Dilukiskan oleh Aisyah aktivitas itu sebagai ilaihil-khalaa-u hubbiba atau dicintakan kepadanya menyendiri.
Hal yang sama dilakukan pemuda Askhabul Kahfi yang memilih bersembunyi di dalam gua saat dikejar oleh penguasa.
Di zaman modern ini tentulah tak perlu lagi masuk ke dalam gua untuk mengurai masalah dan mendapat jawaban atas setiap persoalan. Cukup gelar sajadah, adukan semua pada-Nya.
Jadi, tak perlu lagi mengumbar derita di media sosial, ya! [ind]