ChanelMuslim.com – Seorang pasien positif Covid-19, Fajar Martiono atau akrab disapa Bang Fai menceritakan pengalamannya saat divonis terkena virus yang sedang mewabah di seluruh dunia itu. Lewat sebuah pesan singkat WhatsApp, Bang Fai menulis kisahnya kepada ChanelMuslim.com, Ahad (16/8/2020).
Saya sedikit sharing pengalaman karena ada beberapa teman-teman yang meminta menulis agar jadi hikmah dan pelajaran bagi yang lain.
Bermula dari Gowes Bareng
Baik, saya awali pada hari Ahad, tanggal 12 Juli 2020 saya gowes (bersepeda-red) bersama teman-teman komunitas Gowes Tanah Baru, Depok, Jawa Barat. Buat saya pribadi, ini rute cukup jauh karena saya termasuk new comer dan musiman dalam dunia pergowesan.
Hari itu, hari Ahad, selesai gowes sebelum zuhur, namun sorenya saya merasakan pusing dilanjut dengan badan meriang, saya sempat panggil tukang pijat.
Sejak Senin, saya merasakan sakit. Gejala yang saya rasakan demam, meriang, kepala pusing. Kalau kena air dingin, badan mengigil, lidah terasa pahit, batuk-batuk terus tidak henti-hentinya, kadang sesak nafas dan tidak ada nafsu makan.
Selama 14 hari, saya sakit hanya berobat jalan dengan berganti 4 dokter di lokasi praktek yang berbeda.
Pada Kamis (23/7/2020), saya sempat ke IGD RS GPI Depok namun kalau mau dirawat dengan fasilitas BPJS, harus minta rujukan ke Faskes rujukan. Hari Sabtu pagi (25/7/2020), saya ke dokter faskes Klinik, di sana dokter memberikan rujukan ke dokter ahli paru di RS GPI. Pulang ke rumah, saya cek ternyata jadwal dokter ahli paru hari Senin dan kebetulan lagi cuti sampai 30/7/2020 dan ada jadwal dokter yang berbeda di hari Selasa.
Dirawat di Ruang Sterilisasi
Saya sudah lemas, lunglai dan batuk-batuk tak hentinya. Saya minta dibawa saja ke RS Adhika JakSel dan di sana diterima di ruang IGD. Darah saya dicek dan dirontgen. Hasilnya, infeksi paru-paru.
Saat itu, saya diminta beristirahat di ruang isolasi kemudian dokter menemui saya, “Karena saat ini lagi kondisi pandemi covid-19, Bapak harus dirawat di ruang sterilisasi selama 7 hari dan tidak boleh didampingi atau dijenguk. Bagaimana, bapak setuju?” Saya tidak punya pilihan, maka saya terima saja.
Kegiatan di Ruang Rawat Inap
Selama 7 hari, saya dirawat di Ruang sterilisasi dengan baik oleh suster dan dokter. Ruang itu satu kamar hanya untuk satu orang. Selama dirawat, dokter dan suster berpakaian APD lengkap seperti Astronot. Tangan saya diinfus dan hidung saya dimasukkan selang oksigen untuk alat bantu pernafasan.
Selama 4 kali sehari, suster mengontrol kondisi saya dan kadang dokter jaga dan dokter penyakit dalam. Mereka melakukan cek tensi, cek infus, memberi obat dan memberi makan nasi kotak dan bertanya bagaimana kondisi saya saat itu, apakah ada keluhan.
Kondisi saat itu, saya masih lemah, tidak ada nafsu makan bahkan shalat hanya duduk dan bertayamum. Sedihnya, selama dirawat, saya memang benar-benar tidak ada nafsu makan. Alhamdulillah ada buah anggur, kurma, madu, susu sapi sterilisasi kalengan, dan kue-kue untuk mengganjal perut.
Dalam kondisi fisik saya yang lemah, meskipun saya di ruang sterilisasi, saya tetap masih bisa memantau sosmed dan WA Grup. Banyak sekali teman yang japri menyampaikan doa-doa bahkan mengirim obat-obat herbal dan logistik makanan dan minuman. Inilah yang membuat imun saya kuat dan naik karena teman-teman selalu mendukung saya dengan doa dan motivasi, termasuk juga ada yang memberikan support dana buat biaya berobat. Indahnya ukhuwah dan keberkahan dalam berjamaah.
Selama dirawat, saya pun dikenalkan dengan dokter ahli paru yang bertugas di Wisma Atlet menangani pasien covid-19 juga.
Beliau banyak memberikan masukan dan motivasi serta opsi-opsi pilihan bila harus dirawat di Wisma Atlet dan berkonsultasi dengan teman tenaga medis yang bertugas di RSUI, bahkan beliau (Dokter Paru) siap mengawal saya bila dirawat di Wisma Atlet dan menjamin hanya 1 pekan sudah bisa pulang.. Masya Allah, dokter ini baik sekali.
Pada hari ke-2 dirawat, saya di-Swab Pertama dan hari ke-3, saya di-Swab Kedua. Kondisi saat itu memang masih drop.
Selain rapid test, terdapat tes polymerase chain reaction (PCR) dengan memeriksa spesimen dari swab tenggorokan dan ujung mulut. Metode ini dinilai lebih akurat meski butuh waktu lebih lama, yakni sekitar 3-4 hari. Ini yang dilakukan kepada saya.
Hari ke-5, saya dikabari suster.
“Bapak jangan kaget ya dengan hasil swabnya..” kata Suster.
Saya tanya,
“Bagaimana suster?”
Suster menjawab, “Bapak hasilnya POSITIF”, artinya saya konfirm positif kena Covid-19.
Siapa yang tidak kaget mendengar kabar ini. Di saat itu juga, ada kabar berita di TV seorang dokter muda ahli paru Dr. Andhika wafat karena covid-19.
Dunia rasanya mau runtuh dan saya sempat tergoncang, namun saya selalu teringat dengan doa teman-teman agar selalu semangat, positif thinking karena kesehatan fisik sangat berpengaruh dengan kondisi mental.
Keluarga di rumah saya kabari dan kebetulan saya sebagai Ketua RT di lingkungan, jadi saya sampaikan kepada Sekretaris RT tentang kondisi saya yang dinyatakan positif Covid. Saya langsung izin leave dari grup RT (perumahan) agar saya bisa fokus pada kesehatan saya. Yang menjalankan kegiatan RT Sekretaris saya dibantu Bendahara, saat itu kami lagi sibuk persiapan qurban 1441 H.
Karena saya konfirm positif Covid, keluarga saya di rumah pun harus diisolasi mandiri di rumah. Semua kebutuhan logistik makanan di-supply dari warga. Alhamdulillah indahnya ukhuwah dan kebersamaan, saat ada warga yang lagi kesulitan atau mengalami ujian sakit apalagi Pak RT-nya sendiri, warga mendukung keluarga di rumah.
Satu hal lagi, saya belum menyampaikan kepada teman-teman bahwa saya kena covid-19, kabar baru saya sampaikan kepada keluarga. Tapi ada teman saya yang seorang Psikolog menelepon saya saat sudah menjalani Karantina Mandiri agar saya membuka diri dan menyampaikan ke teman tentang kondisi saya. Saya diberikan masukan dan motivasi bahwa Covid-19 ini bukanlah PENYAKIT AIB, ini adalah pandemi yang sudah menyebar ke seluruh dunia.
Kalau bicara data yang wafat, dia bisa menimpa siapa saja, ada publik figur, pejabat kepala daerah, Ustaz bahkan dokter banyak yang harus mengalami ujian sampai wafat juga.
Menjalani Isolasi Karantina Mandiri
Pada hari ke-6, saya tanya ke dokter apakah besok (hari ke-7), saya sudah bisa pulang? Dokter belum bisa menjawab, katanya lihat kondisi besok. Namun malamnya, saat kontrol, suster mengatakan bahwa saya sudah boleh pulang dengan syarat harus menjalani Karantina Mandiri (KM). KM kalau di rumah harus benar-benar terpisah dengan anggota keluarga, namun akhirnya saya memutuskan KM di luar dari rumah.
Sabtu siang saya cek out dari rumah sakit tapi saya langsung karantina mandiri di salah satu penginapan.
Siapa saja yang wajib mengisolasi diri sesuai protokol Kemenkes?
1. Orang sakit (demam/batuk/pilek/nyeri tenggorokan/penyakit pernapasan) yang tidak memiliki risiko penyakit penyerta seperti diabetes.
2. Orang dalam pemantauan (ODP) yang punya gejala demam/penyakit pernapasan dengan riwayat dari negara atau wilayah terjangkit corona.
3. Orang tanpa gejala tapi pernah kontak erat dengan pasien COVID-19.
Apa yang harus dilakukan selama isolasi mandiri? (Bila masih 1 rumah).
Isolasi mandiri dilakukan selama 14 hari, jaga kebersihan rumah, kamar harus terpisah dari anggota keluarga lainnya
1. Amati perkembangan gejala seperti batuk, kesulitan bernafas
2. Hindari pemakaian alat makan dan perlengkapan mandi secara bersama.
3. Berjemur di bawah sinar matahari pagi
4. Jaga jarak dengan anggota keluarga lain
5. Gunakan masker dan ukur suhu tubuh setiap hari
6. Hubungi layanan kesehatan jika kondisi memburuk
Jadi, selama saya menjalani Karantina Mandiri, karena saya benar-benar pisah dari rumah ya, kegiatannya tetap merujuk pada protokol Kemenkes cuma ditambah dengan kegiatan Taqarub Illah dengan banyak doa, zikir, doa matsurat dan tilawah di sela-sela waktu.
Kalau pagi jam 06.00-07.00 saya jalan santai cari keringat tidak jauh-jauh, masih sekitar tempat KM, karena saya butuh oksigen yang masih bersih dan habis sarapan lanjut berjemur di sinar matahari.
Kalau kegiatan malam, saya banyak aktivitas santai untuk menghilangkan kejenuhan ya, nonton TV atau mantau Smartphone membalas-balas WA.
Selama dirawat, saya berada di ruang full AC jadi tidak terkena sinar matahari, menurut saya, juga kurang sehat.
Jadi selama KM, saya mengalami kondisi yang lebih baik, nafsu makan membaik, tidak demam dan batuk berkurang, kena sinar matahari.
Dari mana Kena Virus Covid-19?
Saya termasuk yang cukup disiplin terhadap protokol covid-19, jarang keluar rumah kecuali ada yang penting harus keluar, selalu memakai masker, menjaga jarak dan rajin cuci tangan.
Jadi kalau ditanya saya tertular di mana, saya tidak bisa menjawabnya secara valid.
Asumsi saya, habis gowes, karena kelelahan sehingga imun saya menurun, saya tidak menyalahkan gowesnya karena gowes itu olah raga yang bisa bikin sehat.
Terus, saya juga pernah naik kereta KRL tapi masih bukan jam sibuk dan di dalam kereta juga kan sistem duduknya berjarak, saya pernah ke mall saat mulai dibuka karena ada sesuatu yang mau dibeli, dan karena saat itu musim qurban saya beberapa kali ke kandang sapi. Jadi saya tidak tahu kena virus covid-19nya di mana.
Bagaimana Gejala Terpapar Covid-19?
Gejala corona, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), muncul 2-14 hari setelah tubuh terpapar virus.
Biasanya ditandai dengan demam, batuk, sesak napas, nyeri di dada, dan bibir atau wajah kebiru-biruan. Bisa juga sakit kepala, sakit tenggorokan, sakit perut, atau diare.
Yang saya alami selama 14 hari, sakit berobat jalan memang mirip, awalnya saya kira saya kena Tipus atau DB tapi ternyata hasilnya NEGATIF.
Tapi saat ini, ada juga orang yang terkonfirmasi positif tanpa gejala, nampak kelihatan sehat-sehat saja begitu di-Swab tes hasilnya POSITIF.
Bagaimana Bisa Terhindar dari Covid-19?
1. Jaga kebersihan; rajin cuci tangan, hindari menyentuh wajah
2. Pelihara daya tahan tubuh; jaga jarak dengan orang lain, konsumsi makanan yang bernutrisi, olah raga rutin di rumah, hindari merokok
3. Perhatikan jika ada gejala sakit; gunakan masker, isolasi diri, cari bantuan medis
4. Rawat kesehatan mental; kurangi konsumsi berita negatif, tetap semangat dan positif thinking, ikhlas dan ridho atas yang kita alami serasa perbanyak doa, zikir dan tilawah alquran
Satu hal lagi, saya mengonsumsi suplemen Herbal saat sejak dirawat inap dan lanjut Karantina Mandiri.
Untuk menghargai pemberian teman-teman, iya semua itu pemberian teman-teman yang simpati pada kondisi saya. Herbal yang saya konsumsi antar lain Biojanna, Probiotik, Biovid, lemonitas, Bio8, propolis, kurma madu Angkrak, jahe murni, Madu, extra food, susu bearbrand.
Disambil saya konsumsi obat yang harus saya habiskan sampai masa karantina, herbal-herbal di atas saya konsumsi dan Alhamdulillah kondisi imun saya semakin baik dan sudah hilang semua gejala-gejala covid-19 dan keluhan-keluhan lainnya, kecuali masih ada sisa batuk yang kadang-kadang muncul.
Buat kalian yang mengalami demam, batuk, dan kesulitan pernafasan, baiknya mencari bantuan medis dan segera konsultasikan ke dokter.
Setelah saya usai menjalani Karantina Mandiri, saya mendapat kabar baik dari RS Andhika tempat saya dirawat bahwa hasil Swab kedua NEGATIF, langsung saya sujud Syukur usai mendengar kabar baik ini ..
Karena sudah menjalani karantina mandiri, tidak ada gejala dan keluhan, menurut dokter dan revisi protocol covid-19 Kemenkes, itu sudah dianggap sembuh. Namun untuk lebih meyakinkan kembali, atas masukan teman saya, saya melakukan tes Swab Mandiri di RS Hermina. Setelah 3 hari menunggu, Alhamdulillah hasilnya kembali NEGATIF.
Inilah karunia Allah, saya telah melewati fase-fase kritis dan diakhiri dengan hasil yang sesuai harapan kembali pulih. Alhamdulillah.
Teman-teman, terus jaga kesehatan, ya. Tetap di rumah dan jangan keluar bila tak ada keperluan mendesak, agar penyebaran coronavirus dapat segera ditekan.
Terima kasih..Jazakallah khair atas atensi dan doa teman-teman serta bantuan donasi kepada saya..Semoga Allah membalasnya di akhirat kelak. Aamiin.[ind]