REMAJA itu masa rentan kesehatan mental. Kenali sebabnya dan temukan solusinya.
Tiga hal berikut ini bisa mempengaruhi kesehatan mental remaja. Hadapi dan siasati, jangan abaikan dan lari.
Satu, Tekanan Perubahan Fisik
Umumnya remaja akan mengalami perubahan fisik yang berbeda di banding saat masih anak-anak. Misalnya, menjadi lebih tinggi atau sebaliknya, menjadi lebih gemuk atau sebaliknya, berjerawat, problem ‘datang bulan’ untuk wanita, dan suara ‘ngebas’ untuk pria.
Mungkin masih banyak lagi perubahan lain yang cukup mempengaruhi mental remaja. Hal ini karena remaja biasanya ingin tampil perfect atau sempurna.
Jika ada perubahan fisik yang dirasa mengganggu penampilannya, saat itulah ada tekanan mental yang dialami. Dampaknya bisa rasa malu yang berlebihan, minder, dan lainnya.
Dua, Bullying atau Perundungan
Lingkungan pertemanan remaja bisa mempengaruhi kesehatan mental mereka. Salah satu kasusnya adalah bullying atau perundungan. Bisa di sekolah, bisa juga di lingkungan rumah.
Tidak semua siswa di lingkungan sekolah berasal dari pola asuh yang baik di rumah. Tidak heran jika siswa-siswa ini enteng saja melakukan kekerasan, paksaan, atau penindasan terhadap temannya.
Bayangkan jika pelaku bullying tidak sendirian. Melainkan, berkelompok. Maka, sang korban akan seperti merasa dalam ‘kamp penyiksaan’ daripada berada dalam lembaga pendidikan.
Lebih parah lagi jika bullyingnya terjadi justru di rumah. Bisa dilakukan oleh kakak, om atau tante, dan bisa juga oleh orang tua sendiri.
Keadaan keluarga yang kurang harmonis sangat berpengaruh pada perlakuan terhadap anak-anak di keluarga itu. Mulai dari kekerasan verbal hingga fisik.
Kadang pola asuh yang salah secara turun-temurun menjadikan bullying di rumah menjadi seperti tradisi. Dan yang paling rentan sebagai korban adalah anak-anak. Terutama anak perempuan karena mereka di posisi yang paling lemah.
Tiga, Tekanan ‘Harapan’ dari Orang Tua
Tidak semua orang tua memahami cara berinteraksi dengan remaja. Kadang mereka hanya menempuh cara instan agar anak-anaknya mau mengikuti keinginan baiknya. Mulai dari prestasi sekolah, tuntutan kerja, dan kepantasan pergaulan sosial orang tua.
Cara instannya bisa dalam bentuk marah, hukuman yang kaku, doktrin yang diulang-ulang, dan lainnya.
Hal yang kadang dilupakan orang tua: niat baik saja tidak cukup untuk kebaikan anak. Tapi juga harus dengan cara yang baik. Yaitu, adanya kesabaran orang tua untuk bergaul dengan anak. Dan perubahan selalu butuh waktu. [Mh]