REMAJA saat ini nyaris tak pernah lepas dari ponsel. Padahal ponsel pintar sangat merusak kesehatan mental.
Jangan anggap biasa jika remaja begitu akrab dengan ponsel pintar. Berikut ini dampak gangguan kesehatan mental dari balik ponsel pintar.
Satu, Memunculkan Rasa Cemas yang Berlebihan
Ponsel pintar bagi remaja biasanya lebih digunakan untuk dua hal. Untuk terhubung dengan pertemanan atau media sosial, dan permainan atau game.
Begitu banyak video atau konten di medsos yang diterima berisi kata-kata kasar, hinaan, provokasi, kemarahan, dan lainnya.
Secara nalar, sebenarnya itu bukan urusan si penerima. Tapi karena terkirim melalui link pertemanan, seolah konten itu menjadi urusan si penerima.
Tidak semua remaja mampu menyaring mana yang layak dilihat dan mana yang diabaikan saja. Dan penyebaran konten-konten ini tidak mengenal waktu: kapan saja alias 24 jam.
Dengan kata lain, remaja dalam setiap jamnya ‘dipaksa’ untuk menguras kecemasan diri. Dan hal itu sangat mempengaruhi kesehatan mentalnya.
Dua, Tidak Semua Game Berisi Edukasi
Ponsel pintar juga memudahkan remaja untuk berinteraksi dengan dunia game. Tentu akan sangat positif jika game berisikan konten edukasi. Tapi, yang justru diminati remaja adalah game yang akrab dengan kekerasan.
Ada game perang yang saling membunuh. Bahkan visualisasinya begitu vulgar: darah, luka, suara herangan, dan lainnya. Dalam alam bawah sadar, visualisasi ini seolah menjadi nyata. Dan hal itu sangat merusak kesehatan mental.
Tiga, Ponsel Pintar Mengganggu Keakraban Sosial
Jangan heran jika di sebuah keluarga, ada sejumlah orang berkumpul tapi berada dalam alam masing-masing. Hanya fisiknya saja yang berdekatan, tapi pikiran dan batinnya ada di mana-mana.
Padahal, keakraban keluarga, seperti saling bercerita, curhat; akan mengurangi beban mental yang dialami masing-masing individu. Dan hal itu nyaris hilang karena masing-masing ‘tenggelam’ dalam dunianya sendiri-sendiri dalam ponsel.
Tanpa sadar, mereka sedang menumpuk problem mental. Kecewa sendiri, marah sendiri, cemburu sendiri, takut sendiri, dan putus asa sendiri.
Empat, Medsos Memicu Konflik Batin antar Individu
Ketika seseorang memuat foto atau video baru tentang dirinya, ada harapan pujian atau apresiasi dari link pertemanan yang terhubung.
Nah, berharap dan menunggu komen itu memunculkan kecemasan tersendiri: “Kok nggak ada yang komen ya?” Inilah di antara narsisme yang menyiksa.
Lebih parah lagi jika ada yang komen negatif. Maka di saat yang sama, ada konflik batin yang sebenarnya tidak diperlukan jika tanpa ponsel dan medsos itu.
Dan bagi yang menerima kiriman konten, ada perasaan membanding-bandingkan diri sendiri dengan keadaan orang lain. Saat itulah juga muncul kecemasan, kemarahan, dan iri.
Tentu masih banyak lagi pengaruh kesehatan mental remaja di dunia gadget ini. Saatnya mencermati dan mengelola dengan baik mana yang maslahat dan mana yang mafsadat. Meskipun banyak manfaatnya. [Mh]