ChanelMuslim.com- Pacaran dan ta’aruf itu dua kata yang berbeda. Juga, dua makna yang juga tidak sama. Tapi, sebagian orang kadang masih bingung di penerapannya.
Ada yang membahagiakan di era milenial saat ini. Banyak pemuda dan pemudi yang “hijrah”. Mereka dari berbagai kalangan dan profesi. Termasuk juga para artis, selebritas, dan lainnya.
“Hijrah” mereka pun ingin diwujudkan dalam langkah nyata. Bukan hanya hijab dan aurat, tapi juga langkah untuk menikah.
Ada pertanyaan menggelitik pada awal langkah di tangga pernikahan itu. Apa sih bedanya pacaran dan ta’aruf. Apa disebut ta’aruf karena tidak bersentuhan, dan hal-hal yang nyerempet perzinahan.
Dari sini, ada di antara mereka yang beranggapan, selama nggak nyerempet zina, dan selama masih dalam niat ta’aruf, insya Allah, mereka tidak sedang pacaran.
Ada yang ta’aruf lewat media sosial. Sekali belum cukup. Dua kali rasanya masih kurang. Dan seterusnya. Mereka pun sama-sama butuh ketemuan. Berdua saja. Tapi, di tempat publik. Bukan berduaan di tempat sepi. Mungkin di restoran atau kafe.
Sambil menikmati camilan, keduanya bisa cerita-cerita tentang diri masing-masing. Di momen itu, keduanya juga bisa saling mengamati dan mencermati style masing-masing. Hasilnya?
Hasilnya ya masih ragu untuk langsung nikah. Sepertinya, butuh waktu lagi dan lagi. Sampai kapan? Keduanya juga bingung.
Di sinilah masalahnya. Ta’aruf tanpa perantara bisa berakibat fatal. Karena jika tanpa perantara, perantara aslinya adalah setan.
Silahkan cari perantara yang baik dan bisa dipercaya. Bisa orang tua, kakak atau paman, guru ngaji, atau boleh juga teman. Yang penting, mereka amanah dan sudah menikah.
Seperti halnya pertandingan olah raga, ta’aruf juga ada aturan mainnya. Misalnya, niat dan tekad untuk menikah atau bukan sekadar ingin coba-coba.
Kedua, ada jarak fisik dalam pertemuan. Misalnya, kedua calon dipisah oleh perantara, atau oleh ruangan, atau oleh hijab, dan lainnya. Jadi, nggak bisa saling akrab-akraban, alias langsung deketan.
Mungkin saja pertemuan bisa dilakukan lebih dari sekali. Tapi, tetap dengan aturan yang sama. Tidak dilakukan dengan “gerilya” alias cuma berduaan.
Ketiga, ada progres atau kemajuan. Artinya, setelah beberapa kali pertemuan, ada keputusan untuk langkah berikutnya: lanjut atau putus.
Kalau putus, masing-masing pihak juga terikat dengan etika. Yaitu, tidak menceritakan hal ihwal sang calon ke orang lain. Cukup untuk dirinya saja.
Kalau lanjut, tidak dalam bentuk ta’aruf lagi dan lagi. Tapi, persiapan untuk proses teknis menikah. Misalnya, saling berkunjung orang tua dan keluarga besar, dan lainnya.
Jadi, proses ta’aruf lebih kepada niat sungguh-sungguh untuk menikah dengan cara Islami. Tidak dengan pacaran atau “try and error”, tidak juga karena sekadar iseng atau coba-coba.
Selanjutnya, banyak-banyak doa agar Allah bisa memberikan kemudahan dapat jodoh yang baik. Dan biasanya, pria yang baik akan berjodohan dengan wanita yang baik.
Karena itu, sebelum menuntut dapat jodoh yang baik, ciptakan dulu diri sendiri sebagai sosok yang baik. Insya Allah, orang baik jodohnya juga yang baik. [Mh]