ChanelMuslim.com- Dunia kini seperti dalam kegamangan di tengah kungkungan pandemi covid-19. Di satu sisi, wabah mematikan ini belum ditemukan obat dan vaksinnya. Dan di sisi lain, pencegahan dengan selalu tetap di rumah tidak bisa untuk rentang waktu lama. Lalu? Wacana tentang herd immunity pun bergaung kencang.
Herd immunity merupakan istilah lama dalam dunia kesehatan. Istilah ini bermakna adanya kekebalan sekelompok orang terhadap suatu penyakit. Kekebalan ini tidak diperoleh gratis, melainkan setelah terjadi infeksi atau penularan terhadap orang-orang tersebut dan kemudian sembuh.
Sembuhnya orang-orang yang akhirnya kebal itu bukan karena obat tertentu. Melainkan, karena terjadinya kekuatan sel-sel dalam tubuh untuk tidak lagi mengalami sakit setelah diinfeksi virus yang pernah menjangkitinya.
Jika yang mengalami hal ini terjadi pada jumlah orang yang sangat banyak dalam suatu wilayah, maka secara alami, wabah yang sebelumnya berbahaya ini akan menjadi biasa.
Berbahayakah penerapan herd immunity ini? Meski hal ini bisa menjadi salah satu pilihan, tapi pilihan ini bukan saja tidak direkomendasikan WHO, bahkan dinilai sangat tidak etis. Kenapa?
Teori yang disampaikan dalam epidemiologi, herd immunity baru bisa terjadi setelah 70 persen penduduk suatu wilayah terinfeksi wabah. Itu berarti bahwa orang sebanyak itu akan bertarung sendiri-sendiri dan secara alami untuk menang melawan virus. Jika kalah, risikonya kematian.
Faktanya, wabah covid-19 hanya akan membahayakan untuk mereka yang berusia di atas 50 tahun. Dan tingkat bahaya akan semakin besar untuk usia yang lebih tua lagi. Prosentase kematian di usia ini mencapai 85 persen.
Dengan kata lain, jika suatu negara menerapkan pilihan herd immunity untuk melawan wabah ini kematian massal untuk usia lanjut tidak bisa dihindarkan lagi. Meskipun kelompok usia ini tetap berada di rumah. Hal ini karena mereka akan mengalami penularan melalui anak-anak atau cucu mereka yang tinggal serumah.
Bayangkan jika pilihan ini diambil pemerintah negeri ini, maka mereka yang akan mengalami kematian bisa mencapai 18 juta jiwa. Angka itu didapat dari 10 persen dari 70 persen jumlah penduduk Indonesia. Sepuluh persen adalah jumlah orang tua dan 70 persen adalah jumlah mereka yang terinfeksi.
Angka itu bukan jumlah yang sedikit. Karena angka itu hampir empat kali jumlah penduduk negeri Singapura. Tidak etisnya adalah pilihan itu sama saja dengan menzolimi orang-orang tua yang sudah begitu banyak berjasa untuk kalangan muda, anak-anak dan cucu mereka. Apa mereka rela menjadi sehat setelah ayah ibu mereka meninggal dunia.
Di dunia ini, baru Swedia yang mengaku secara resmi mengambil pilihan herd immunity untuk melawan wabah covid-19. Sementara ada juga negara-negara lainnya yang “malu-malu” menyatakan secara terus terang. Mereka menyangkal menerapkan strategi ini, tapi dalam kenyataannya tidak ada hal yang mendasar dilakukan negara tersebut kecuali membiarkan penduduknya bertarung secara alami dengan wabah ini.
Inggris adalah di antara negara yang menyangkal menerapkan strategi ini. Tapi, dalam kenyataannya, negara ini seperti melakukan pembiaran warganya melakukan pertarungan secara alami melawan wabah ini. Hal itu ditandai dengan tidak adanya aturan ketat untuk mencegah warganya keluar rumah. Rutinitas kerumunan, yang menjadi media penularan antar manusia, pun berlangsung seperti biasa.
Strategi ini sama artinya bahwa negara melepas tanggung jawab melindungi nyawa warganya dengan iming-iming rutinitas perekonomian berjalan lancar. Setidaknya, dua keuntungan bisa diraih para pejabat negara dengan strategi ini: ekonomi negara berjalan lancar dan pemulihan kesehatan terjadi dengan alami.
Namun, jutaan orang tua yang telah berjasa besar kepada bangsa negara itu harus menjadi korban. Selain itu, akan terjadi “siksaan” luar biasa untuk petugas medis di lapangan. Karena merekalah yang paling direpotkan dengan bertumpuknya pasien wabah ini.
Bagaimana kabar Swedia yang terang-terangan menerapkan strategi ini? Data menunjukkan bahwa tingkat kematian di Swedia adalah yang tertinggi di Eropa bagian utara. Bahkan prosentase antara kematian dengan yang sembuh melampaui prosentase negara Italia.
Mereka yang wafat massal di Swedia adalah yang menempati rumah-rumah jompo. Atau, orang-orang tua mereka yang sangat rentan dengan wabah ini.
Bagaimana dengan Indonesia? Berkali-kali, para pejabat negeri ini menolak telah menerapkan herd immunity sebagai strategi melawan covid-19. Karena hal itu, selain tidak manusiawi, juga bertentangan dengan ajaran agama mana pun yang mewajibkan untuk berbuat baik kepada orang tua.
Namun, banyak pihak khawatir Indonesia terjebak dalam pola strategi ini. Selain karena desakan ekonomi, juga karena desakan warganya yang ingin secepatnya “merdeka” dari serba di rumah, tidak boleh berkerumun, dan lainnya.
Kita, siapa pun kita, tidak akan pernah rela bisa menikmati normalnya ekonomi dan kesehatan dengan mengorbankan nyawa ayah ibu, kakek nenek, paman-bibi, dan orang-orang tua di sekitar kita. Betapa tidak berkahnya negeri yang dihuni orang-orang semacam itu. (Mh)